Jumat, 28 Juni 2013

pengelolaan kurikulum

SATUAN ACARA PERKULIAHAN
A. Identitas Mata Kuliah
1. Nama Mata Kuliah : Pengelolaan Pendidikan
2. Kode Mata Kuliah :
3. Bobot SKS : 2 SKS
4. Semester : .III & IV
5. Jenjang : S1
6. Mata Kuliah Prasyarat : .
7. Jumlah Pertemuan : 16 X pertemuan + UTS dan UAS
8. Penanggung Jawab Mata Kuliah : Dr. Diding Nurdin, M.Pd
Anggota Tim / Asisten :
B. Tujuan Mata Kuliah
Setelah mahasiswa mengikuti perkuliahan pengelolaan pendidikan diharapkan mahasiswa mampu: (1) memahami teori dan konsep dasar pengelolaan pendidikan, (2) memahami fungsi dan peranana pengelolaan pendidikan, (3) proses dan prosedur, serta bidang garapan pengelolaan pendidikan di tingkat makro maupun mikro (persekolahan), (4) memahami masalah-masalah krusial yang dihadapi dalam pengelolaan pendidikan di Indonesia khususnya dalam sistem persekolahan.
C. Deskripsi Mata Kuliah
Mata kuliah pengelolaan pendidikan membekali mahasiswa pada pemahaman terhadap berbagai aspek pengelolaan pendidikan sehingga mahasiswa diharapkan dapat memahami posisi dan peranannya secara benar sebagai tenaga kependidikan dalam sistem persekolahan, apabila kelak mereka memasuki dunia kerjanya.
D. Komponen Evaluasi : Presentasi, Tugas Individu, Makalah kelompok, UTS dan UAS.
E. Pokok Bahasan dan Alokasi Pertemuan
No
Pokok Bahasan
Bentuk Kegiatan
Waktu (JP)
1
Pengantar Perkuliahan
Ceramah
Dialog
2
Wawasan dasar pengelolaan pendidikan
Ceramah
Tanya jawab
3
Organisasi dan Manajemen pendidikan
Diskusi
Tanya jawab
4
Pengelolaan satuan pendidikan
Diskusi
Tanya jawab
5
Pengelolaan kelas
Diskusi
Tanya jwab
6
Pengelolaan kurikulum
Diskusi
Tanya jawab
7
Pengelolaan peserta didik
Diskusi
Tanya jawab
8
Ujian Tengah Semester (UTS)
Esai uraian
9
Pengelolaan tenaga kependidikan
Diskusi
Tanya jawab
10
Pengelolaan sarana dan prasarana pendidikan
Diskusi
Tanya jawab
11
Pengelolaan keuangan pendidikan
Diskusi
Tanya jawab
12
Pengelolaan hubungan sekolah dengan masyarakat
Diskusi
Tanya jawab
13
Kepemimpinan pendidikan
Diskusi
Tanya jawab
14
Supervisi pendidikan
Diskusi
Tanya jawab
15
Sistem informasi pendidikan dan ketatausahaan
Diskusi
Tanya jawab
16
Pengawasan dan penilaian satuan pendidikan
Diskusi
Tanya jawab
17
Masalah kontemporer pengelolaan sistem pendidikan
Nasional
Diskusi
Tanya jawab
18
Ujian Akhir Semester (UAS)
Esai/Uraian
Open Book
F. Sumber Rujukan
Ali, M,. (2000), Sistem Penjaminan Mutu dalam Manajemen Mutu Pendidikan, Jurnal Mimbar Pendidikan, No.1 tahun XIX, hal 28-30.
-------------,. (2000). Penerapan Quality Assurance dalam Manajemen Mutu Pendidikan, Seminar Nasional Penerapan Quality Assurance dalam Pendidikan, Pussisjian-Balitbang Dikbud.
Bennet, N., Crawford & Riches, C. (ed). (1992). Managing Change in Education: Individual and Organizational Prespectives. London: The Open University and Paul Chapman Publishing, Ltd.
Crosby, Philip B., (1984). Quality Without Tears: The Art of Hassle- Free Managemet, New York: Mc. Graw Hill Book Company.
-------------------., (1979). Quality is Free: The Art of Making Quality Certain, New York: Mc. Graw Hill Book Company.
Cuttance, P. (1995). An Evaluation of Quality Management and Quality Assurance System for School”, Cambridge Journal of Education, Vol.25 No.1 (halaman 97-108).
Daniels, T.D. dan Spikers, B.K. (1994) Perspectives on Organizational Communication. Madison, Wisconsin: Brown & Benchmark.
Djam’an S dan Udin S Sa’ud. (1994). Masalah Kontemporer Pengelolaan sistem Pendidikan Nasional Indonesia, Bandung: Jurusan Adpen
Departemen For Education and Childern’s Services., (1996). Quality Assurance Framework in School: Guidelines for Implementation, Adelaide: Quality Assurance Unit.
Departemen Pendidikan Nasional,. (2001). Pedoman Penyusunan Standar Pelayanan Minimal Penyelenggaraan Persekolahan Bidang Dasar dan Menengah, Ditjen Dikdasmen-Depdiknas.
Dunn, N. William. (1991). Public Policysis: An Itroduction, New Jersey: Unversity of Pittsburgh.
Gaffar, M. F. (2002). Fungsi Manajer Pendidikan dalam Mengelola Pendidikan di Daerah Otonom, (makalah) Konprensi Nasional Manajemen Pendidikan, Jakarta.
Herman, J.L, & Herman, J.J, (1995). Total Quality Management (TQM) For Education, Journal of Education Technology. May-June (halaman 14-18).
Imai, Masaaki., (1986), Kaizen; Kunci Sukses Jepang dalam Persaingan (terjemah), Jakarta: PPM.
Juran, J.M, (1989), Merancang Mutu, Terjemahan Bambang Hartono dari Juran On Quality By Design, Jakarta: PT. Pustaka Binawan Pressindo (Buku ke 1).
Mulyasa, E. (2004). Manajemen Bebrbasis Sekolah, Bandung: Rosdakarya.
Rinerhart, G,. (1993). Quality Education: Applying the Philosophy of Dr. W. Edwars Deming to Transform the Education System, Milwaukee, WI: ASQC Quality Press.
Sallis, E., (1993). Total Quality Management in Education. London: Kogan Page Educational Management Series.
Sanusi, A., (1990). Pendidikan Alternatif; Menyentuh Aras Dasar Persoalan Pendidikan dan Kemasyarakatan, Bandung: PPs IKIP Bandung.
Sergiovanni, J. T. (1992). Moral Leadership: Getting to The Heart of School Improvement. San Fransisco: Jossey Bass Publishers.
Soetopo, Hendyat. (2002). Desentralisasi Manajemen Pendidikan dan Profesionalisme dalam Kerangka Otonomi Daerah, (makalah) Konprensi Nasional Manajemen Pendidikan, Jakarta.
Slamet Margono., (1996), Filsafat dan Prinsip-Prinsip Manajemen Mutu Terpadu di Perguruan Tinggi, Jakarta: Heds Project
Spicker, Paul. (1995). Social Policy: Themes and Approaches, London: Prentice Hall:
Tenner, A.R, dan De Toro, I.J (1992:68), Total Quality Management: Three Stepps To Continous Improvement, Reading, MA: Addison-Wesley Publishing Company.
Tim Dosen Administrasi Pendidikan. (2005). Pengelolaan Pendidikan, Bandung: Jurusan Administrasi Pendidikan FIP UPI
Tjiptono, F, dan Diana, A., (1996). Total Quality Management, Yogyakarta: Penerbit Andi.
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No.20 Tahun 2003.

Senin, 17 Juni 2013

PARAGRAF DALAM PENULISAN KARYA TULIS ILMIAH



PARAGRAF DALAM PENULISAN KARYA TULIS ILMIAH
Moh. Badrih, S.Pd., M.Pd.

Paragraf dalam penulisan karya ilmiah memiliki ciri hampir sama dengan paragraf pada umumnya. Yang membedakan adalah keketatan dalam pengembangan gagasan dan penyusunan kalimatnya. Gagasan dalam paragraph keilmuan dituntut pengembangannya secara utuh, dan lengkap. Kalimat-kalimat dalam paragraph keilmuan dituntut penyusunannya secara runtut atau memiliki kohesi dan koherensi.
Berikut ini dicontohkan paragraf keilmuan, yakni: (1) kesatuan; keutuhan, (2) kebertalian, (koheren), dan (3) kecukupan isi/kelengkapan gagasan.

Ciri Paragraf Penulisan Karya Tulis Ilmiah
1)      Kesatuan Gagasan
Paragraf dinyatakan memiliki kesatuan gagasan apabila seluruh uraian atau detil pengembangannya, seluruh detil penunjang tidak boleh menyimpang dari gagasan utama. Perhatikan controh berikut.

(1) Sebuah Penelitian mengandung tiga unsure pokok, yakni apa yang diteliti, bagaimana peneliitian itu dilaksanakan, dan mengapa penelitian itu dilaksanakan.  (2) Pertanyaan pertama mengenai masalah penelitian, pertanyaan kedua mengenai metodologi penelitian, dan pertanyaan ketiga mengenai pentingnya penelitian.  (3) Usaha untuk menjawab apa merupakan kegiatan pokok.  (4) Oleh karena itu, kegiatan tersebut merupakan inti dari pelakasanaan suatu penelitian.

Dalam contoh (1) di muka, kalimat (1) adalah kalimat utama, kalimat (2), (3), dan (4) adalah kalimat penjelas. Kalimat penjelasannya sama-sama mendukung gagasan utama (1) yakni masalah penelitian.
Contoh 2
(1)  Morfologi adalah ilmu bahasa yang mengkaji bentukan kata. (2) Tiga kajian Morfologi adalah afiksasi, morfologi, dan komposisi. (3) Afiksasi mengaji proses pengimbuhan pada kata dasar, reduplikasi mengaji proses perulangan kata, komposisi mengaji proses pengabungan atau pemajemukan kata. (4) Morfologi diajarkan pada jurusan linguistik dan pendidikan bahasa di perguruan tinggi.

Pada contoh (2) adakah kaliamat yang kehadirannya tidak mendukung gagasan utama? Apakah anda menemukan bahwa kalimat (4) adalah kalimat sumbang?

2)      Kebertalian (Kohesi – Koherensi)
Paragraf dinyatakan memiliki kebertalian atau koherensi apabila hubungan antar kalimat sebelum dan sesudahnya bersifat runtun atau tidak melompat-lompat. Paragraf bukanlah kumpulan atau tumpukan kalimat yang masing-masing berdiri sendiri. Paragraf dibentuk oleh beberapa kalimat yang mempunyai hubungan timbale-balik secara fungsional.
Contoh (1)
(1)  Dalam mengajarkan sesuatu, langkap pertama yang perlu dilakukan ialah menentukan tujuan. (2) Tanpa adanya tujuan yang sudah ditetapkan, materi  yang diberikan, metode yang digunakan, dan evaluasi yang dipilih, tidak akan memberikan manfaat bagi anak didik dalam menerapkan hasil proses belajar mengajar.  (3) Dengan mengetahui tujuan,  dapat ditentukan materi yang akan diajarkan, metode yang digunakan, serta bentuk yang evaluasinya.

Dalam contoh (3) kesetalian dilakukan dengan cara mengulang kata kunci, yakni kata yang dianggap penting dalam sebuah paragraf. Kata kunci yang mula-mula timbul di awal paragraf, yakni tujuan kemudian diulang-ulang dalam kalimat berikutnya. Pengulangan ini berfungsi memelihara kesetalian seluruh kalimat.

Contoh  (2)
(1) Dengan penuh kepuasan Pak Mitra memandangi hamparan padi yang tumbuh dengan subur.  (2) Jerih payahnya tidak sia-sia. (3) Beberapa bulan lagi ia akan memetik hasilnya. (4) Sudah terbayang dimatanya, orang sibuk memotong, memanggul padi berkarung-karung, dan menimbunnya di halaman rumah. (5) Tentu anaknya, Sumi, dan calon menantunya, Hendra, akan ikut bergembira. (6) Hasil panen yang berlimpah ini tentu dapat mengantarkan mereka ke magligai perkawinan.

Kebertalian paragraph (4) dibentuk dengan menggunakan kata ganti. Kata ganti yang mengacu pada manusia, benda, biasanya untuk menghindari kebosanan, diganti dengan kata ganti.
Untuk menyatakan kebertalian dari sebuah paragraph, ada bentuk lain yang sering digunakan, yakni penggunaan kata atau frasa dalam bermacam hubungan.
Contoh (3)
Ada empat hal yang perlu diperhatikan dalam memilih topik karya ilmiah. Pertama, topik yang dipilih hendaknya menarik untuk dikaji. Topik yang menarik akan mengimbulkan kegahiraan dalam mengkajinya. Kedua, topik jangan terlalu luas dan jangan terlalu sempit. Topik yang terlalu luas akan menyulitkan penulisannya karena tidak ada pemfokusan masalah. Topik yang terlalu sempit tidak menantang penulisnya. Keiga, topik yang dipilih sesuai dengan minat dan kemampuan penulisnya. Keempat, topik yang dikaji  hendaknya ada manfaatnya untuk menambah ilmu pengatahuan atau berkaitan dengan prestasi.

3)      Kecukupan Isi dan Gagasan
Paragraf dinyatakan memiliki kesatuan isi dan gagasan apabila diuraikan sejumlah rincian atau detil penunjang sebagaimana dituntut oleh gagasan utama paragraf. Paragraf yang rincian atau detil penunjangnya tidak cukup disebut paragraf mini.
Contoh (1)
(1) Ilmu dan teknologi memberikan sumbangannya kepada perbaikan produksi pertanian denngan berbagai cara yang penting. (2) Pupuk yang diracik secara alamiah membuat tanah pertanian lebih produktif.

Contoh (2)
(1) Ilmu dan teknologi memberikan sumbangannya kepada perbaikan produksi pertanian denngan berbagai cara yang penting. (2) Pupuk yang diracik secara alamiah membuat tanah pertanian lebih produktif. (3) Insektisida dan pestisida yang diterapkan dengan berkala pada tanaman yang baru tumbuh akan memusnahkan berbagai jenis hama dan serangga yang merantak. (4) Herbisida sanggup membubuh rumput yang tidak dikehendaki sehingga tanaman dapat tumbuh dengan subur.

penulisan kalimat dalam karya tulis



KALIMAT KEILMUAN

Penggunaan kalimat dalam penulisan karya ilmiah perlu dilakukan secara efektif. Keefektifan kalimat tersebut dapat diukur dari dua sisi, yaitu dari sisi (a) penulis, dan (b) pembaca. Dari sisi penulis, kalimat dikatakan efektif jika kalimat yang digunakan dapat mangakomodasi gagasan keilmuan penulis secara tepat dan akurat. Dari sisi pembaca, pesan kalimat ditafsirkan sama persis dengan yang dimaksudkan penulisnya. Oleh sebab itu jika pembaca masih mengalami kebingungan, kesulitan yang mengakibatkan salah menafsirkan pesan kalimat maka kalimat tersebut belum dikatagorikan efektif. Kalimat dikatakan efektif jika memiliki cirri (1) gramatikal, (2) logis, (3) lengkap, (4) sejajar, (5) hemat, dan (6) ada penekanan.

1)      Gramatikal
Kalimat memiliki cirri gramatikal jika kalimat tersebut disusun mengikuti kaidah bahasa Indonesia yang berlaku. Untuk memperjelas pengertian tersebut, perhatikan kalimat-kalimat berikut.
a.       Pendapatmu tentang tafsiran karya sastra itu bersifat subjektif, tidak bisa diterima olehku.
b.      Mahasiwa Ekonomi akan ungkapkan perasaan mereka lewat unjuk karya ilmiah.
c.       Para petani tentu mengharapkan hasil panennya akan cepat terjual dan laba banyak.
d.      Di Negara-negara maju hampir setiap keluarga memiliki mobil pribadi di mana hal ini sangat mungkin terjadi juga di Indonesia.
Empat kalimat di atas tidak gramatikal. Contoh kalimat a tidak gramtikal karena strukturnya tidak benar, kalimat b tidak gramtikal karena bentukan kata transitifnya tidak benar, kalimat c tidak gramatikal karena karena penggunaan kata gantinya tidak tepat, dan kalimat d tidak gramatikal karena karena penggunaan kata tanya “di mana”  yang difungsikan secara kata sambung tidak benar.

2)      Logis
Kalimat dikatakan logis jika jalan pikiran, atau gagasan keilmuan yang dinyatakan dalam kalimat dapat diterima kebenarannya oleh akal sehat pembaca. Perhatikan contoh kalimat berikut.
a.       Masalah perencanaan karangan ini mau saya jelaskan pada pertemuan yang akan datang.
b.      Di pabrik rokok Gudang Garam banyak membutuhkan tenaga kerja wanita, terutama yang belum menikah.
Kedua kalimat di atas tidak logis. Kaliamt a tidak logis karena pilihan katanya yang salah. Kata mau tidak tepat untuk konteks tersebut. Perencanaan karangan tidak mungkin mempunyai kemauan yang mempunyai kemauan adalah orangnya. Contoh kalimat b tidak logis karena di pabrik rokok Gudang Garam tidak mungkin membutuhkan tenaga kerja wanita, yang membutuhkan itu adalah  pabrik rokok  Gudang Garam. Penempatan kata depan (di) sebelum subjek mengakibatkan kalimat itu tidak logis.

3)      Lengkap
Kalimat karya tulis ilmiah perbeda dengan kalimat percakapan sehari-hari dalam hal kelengkapannya. Dalam kalimat keilmuan diperlukan penggunaan unsure-unsur wajib, yakni penggunaan subjek, predikat, objek, dan keterangan secara jelas dan fungsional.
Perhatikan contoh kalimat berikut ini.
a.       Agar tercipta lingkungan yang bersih membutuhkan tenaga , biaya, dan partisipasi masyarakat yang mengelolanya.
b.      Ketidakberhasilan para penguasaha kecil itu karena  ketidaktahuan mereka dalam mengelola usaha.
c.       Para guru SD sebenarnya sudah berusaha menerapkan, tetapi KTSP itu memang rumit.
d.      Bank-bang di Indonesia sudah mulai berani meminjami pengusaha kecil .
Empat kelimat di atas tidak lengkap . Contoh kalimat a tidak bersubjek; kalimat b tidak berpredikat; kalimat c d dan d tidak berobjek.

4)      Sejajar
Kesejajaran kalimat artinya kesamaan atau keserasian unsur kebahasaaan, misalnya bentukan kata, atau pola struktur yang digunakan dalam suatu kalimat. Gagasan atau informasi keilmuan yang sama hendaknya dinyatakan dalam bentukan kata atau pola struktur kalimat yang sama, sepadan atau sejajar. Perhatikan contoh kalimat berikut ini.
a.       Sangat disayangkan bahwa sampai saat ini pimpinan lembaga peneliitian belum merekomendasi usulan penelitian ini.
b.      Ada beberapa hal  yang perlu diperhatikan agar keadaan menjadi sehat, di antaranya adalah (i) berolahraga, (ii) istirahat secukupnya, dan (iii) minum yang banyak.
Kedua kalimat di atas tidak sejajar. Contoh kalimat a tidak sejajar karena pola struktur klausan pertama terbentuk pasif dan pola struktur klausa kedua berbentuk aktif. Contoh kalimat b tidak sejajar karena rincian (i) berbentuk kata kerja (ii) berbentuk kata benda, dan (iii) berbentuk kata sambung.

5)      Hemat
Kalimat dikatakan hemat jika seluruh unsur yang digunakan dalam kalimat misalnya, kata, istilah, dan frasa benar-benar mendukung gagasan keilmuan penulisnya. Oleh sebab itu penggunaan kata, istilah, dan frasa secara mubazir, boros, atau berlebih-lebihan sebaiknya dihindari.
Perhatikan conton berikut ini.
a.       Pembelajaran tentang sain saat ini perlu penanganan khusus karena banyak para siswa yang mengeluhkan kesulitan materi  pembelajaran tersebut.
b.      Maksud daripada dicantumkannya subtopik latihan pada setiap modul adalah untuk mengetahui pemahaman siswa tentang materi.
Kedua kalimat di atas tidak hemat karena menggunakan kata ‘tentang’ dan ‘daripada’ yang tidak mendukung gagasan penulisnya. Kedua kata dalam dua kalimat tersebut seharusnya dihilangkan.

6)      Penekanan
Gagasan atau informasi yang dipentingkan oleh penulis perlu diberi penekanan atau emphasis. Hal ini dilakukan oleh penulis aga informasi yang dinyatakan memperoleh perhatian dari pembaca. Peenkanan unsur kalimat dilakukan dengan cara (i) meletakkan unsur yang ditekankan di  awal pernyataan, atau (ii) membubuhi partikel pementing, yakni ‘lah’, ‘kah’, dan ‘pun’. Perhatikan contoh berikut ini.
a.       Wanita karyawan sepatutnya mendapatkan perhatikan khusus dari perusahaan tempat mereka bekerja.
b.      Dalam kekacauan yang terjadi di UGM itu, sebaiknya masyarakat mengangagap bahwa mahasiswalah yang dianggap bersalah.
Dalam contoh kalimat a, yang ditekankan dalam kalimat tersebut adalah “karyawan wanita”. Karena itu, unsur tersebut diletakkan di awal kalimat. Demikian juga frasa karyawan wanita, kata karyawan menempati inti frasa. Kata tersebut berkedudukan sebagai kata yang diterangkan dan ditempatkan di awal frasa, sehingga susunannya bukanlah wanita karyawan, tetapi karyawan wanita. Adapun contoh kalimat b, kata yang ditekanan adalah mahasiswa, sehingga kata tersebut dibubuhi lah, agar pembaca atau pendengar memperhatikan kata tersebut secara khusus.

Sejarah Perkembangan Bahasa Indonesia



*Moh. Badri, S.Pd., M.Pd.*

Versi 1
Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi Republik Indonesia sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Dasar RI 1945, Pasal 36. Ia juga merupakan bahasa persatuan bangsa Indonesia sebagaimana disiratkan dalam Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Meski demikian, hanya sebagian kecil dari penduduk Indonesia yang benar-benar menggunakannya sebagai bahasa ibu, karena dalam percakapan sehari-hari yang tidak resmi masyarakat Indonesia lebih suka menggunakan bahasa daerahnya masing-masing sebagai bahasa ibu, seperti bahasa Melayu pasar, bahasa Jawa, bahasa Sunda, dan lain sebagainya. Untuk sebagian besar masyarakat Indonesia lainnya, bahasa Indonesia adalah bahasa kedua dan untuk taraf resmi bahasa Indonesia adalah bahasa pertama. Bahasa Indonesia merupakan sebuah dialek bahasa Melayu yang menjadi bahasa resmi Republik Indonesia.
Bahasa Indonesia diresmikan pada kemerdekaan Indonesia tahun 1945. Bahasa Indonesia merupakan bahasa dinamis yang hingga sekarang terus menghasilkan kata-kata baru, baik melalui penciptaan, maupun penyerapan dari bahasa daerah dan asing. Bahasa Indonesia adalah dialek baku dari bahasa Melayu yang pokoknya dari bahasa Melayu Riau sebagaimana diungkapkan oleh Ki Hajar Dewantara dalam Kongres Bahasa Indonesia I tahun 1939 di Solo, Jawa Tengah, “Jang dinamakan ‘Bahasa Indonesia’ jaitoe bahasa Melajoe jang soenggoehpoen pokoknja berasal dari ‘Melajoe Riaoe’, akan tetapi jang soedah ditambah, dioebah ataoe dikoerangi menoeroet keperloean zaman dan alam baharoe, hingga bahasa itoe laloe moedah dipakai oleh rakjat di seloeroeh Indonesia; pembaharoean bahasa Melajoe hingga menjadi bahasa Indonesia itoe haroes dilakoekan oleh kaoem ahli jang beralam baharoe, ialah alam kebangsaan Indonesia.” atau sebagaimana diungkapkan dalam Kongres Bahasa Indonesia II 1954 di Medan, Sumatra Utara, “…bahwa asal bahasa Indonesia ialah bahasa Melaju. Dasar bahasa Indonesia ialah bahasa Melaju jang disesuaikan dengan pertumbuhannja dalam masjarakat Indonesia.”
Secara sejarah, bahasa Indonesia merupakan salah satu dialek temporal dari bahasa Melayu yang struktur maupun khazanahnya sebagian besar masih sama atau mirip dengan dialek-dialek temporal terdahulu seperti bahasa Melayu Klasik dan bahasa Melayu Kuno. Secara sosiologis, bolehlah kita katakan bahwa bahasa Indonesia baru dianggap “lahir” atau diterima keberadaannya pada tanggal 28 Oktober 1928. Secara yuridis, baru tanggal 18 Agustus 1945 bahasa Indonesia secara resmi diakui keberadaannya.
Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu, sebuah bahasa Austronesia yang digunakan sebagai lingua franca (bahasa pergaulan) di Nusantara kemungkinan sejak abad-abad awal penanggalan modern. Bentuk bahasa sehari-hari ini sering dinamai dengan istilah Melayu Pasar. Jenis ini sangat lentur, sebab sangat mudah dimengerti dan ekspresif, dengan toleransi kesalahan sangat besar dan mudah menyerap istilah-istilah lain dari berbagai bahasa yang digunakan para penggunanya.
Bentuk yang lebih resmi, disebut Melayu Tinggi yang pada masa lalu digunakan oleh kalangan keluarga kerajaan di sekitar Sumatera, Jawa, dan Semenanjung Malaya. Bentuk bahasa ini lebih sulit karena penggunaannya sangat halus, penuh sindiran, dan tidak seekspresif Bahasa Melayu Pasar.
Pemerintah kolonial Belanda melihat kelenturan Melayu Pasar dapat mengancam keberadaan bahasa dan budaya. Belanda berusaha meredamnya dengan mempromosikan bahasa Melayu Tinggi, diantaranya dengan penerbitan karya sastra dalam Bahasa Melayu Tinggi oleh Balai Pustaka. Tetapi Bahasa Melayu Pasar sudah digunakan oleh banyak pedagang dalam berkomunikasi.

Melayu Kuno
Penyebutan pertama istilah “Bahasa Melayu” sudah dilakukan pada masa sekitar 683-686 M, yaitu angka tahun yang tercantum pada beberapa prasasti berbahasa Melayu Kuno dari Palembang dan Bangka. Prasasti-prasasti ini ditulis dengan aksara Pallawa atas perintah raja Sriwijaya, kerajaan maritim yang berjaya pada abad ke-7 sampai ke-12. Wangsa Syailendra juga meninggalkan beberapa prasasti Melayu Kuno di Jawa Tengah. Keping Tembaga Laguna yang ditemukan di dekat Manila juga menunjukkan keterkaitan wilayah itu dengan Sriwijaya.
Berbagai batu bertulis (prasasti) yang ditemukan itu seperti:
1.        Prasasti Kedukan Bukit di Palembang, tahun 683.
2.        Prasasti Talang Tuo di Palembang, tahun 684.
3.        Prasasti Kota Kapur di Bangka Barat, tahun 686.
4.        Prasasti Karang Brahi antara Jambi dan Sungai Musi, tahun 688.
Yang kesemuanya beraksara Pallawa dan bahasanya bahasa Melayu Kuno memberi petunjuk bahwa bahasa Melayu dalam bentuk bahasa Melayu Kuno sudah dipakai sebagai alat komunikasi pada zaman Sriwijaya.
Prasasti-prasasti lain yang bertulis dalam bahasa Melayu Kuno juga terdapat di:
1.        Jawa Tengah: Prasasti Gandasuli, tahun 832, dan Prasasti Manjucrigrha.
2.        Bogor: Prasasti Bogor, tahun 942.
Kedua prasasti di pulau Jawa itu memperkuat pula dugaan bahwa bahasa Melayu Kuno pada saat itu bukan saja dipakai di Sumatra, melainkan juga dipakai di Jawa.
Penelitian linguistik terhadap sejumlah teks menunjukkan bahwa paling sedikit terdapat dua dialek bahasa Melayu Kuno yang digunakan pada masa yang berdekatan.

Melayu Klasik
Karena terputusnya bukti-bukti tertulis pada abad ke-9 hingga abad ke-13, ahli bahasa tidak dapat menyimpulkan apakah bahasa Melayu Klasik merupakan kelanjutan dari Melayu Kuno. Catatan berbahasa Melayu Klasik pertama berasal dari Prasasti Terengganu berangka tahun 1303.
Seiring dengan berkembangnya agama Islam yang dimulai dari Aceh pada abad ke-14, bahasa Melayu klasik lebih berkembang dan mendominasi sampai pada tahap di mana ekspresi “Masuk Melayu” berarti masuk agama Islam.

Bahasa Indonesia
Bahasa Melayu di Indonesia kemudian digunakan sebagai lingua franca, namun pada waktu itu belum banyak yang menggunakannya sebagai bahasa ibu. Bahasa ibu masih menggunakan bahasa daerah yang jumlahnya mencapai 360 bahasa.
Pada pertengahan 1800-an, Alfred Russel Wallace menuliskan di bukunya Malay Archipelago bahwa, “Penghuni Malaka telah memiliki suatu bahasa tersendiri yang bersumber dari cara berbicara yang paling elegan dari negara-negara lain, sehingga bahasa orang Melayu adalah yang paling indah, tepat, dan dipuji di seluruh dunia Timur. Bahasa mereka adalah bahasa yang digunakan di seluruh Hindia Belanda.”
Jan Huyghen van Linschoten di dalam bukunya Itinerario menuliskan bahwa, “Malaka adalah tempat berkumpulnya nelayan dari berbagai negara. Mereka lalu membuat sebuah kota dan mengembangkan bahasa mereka sendiri, dengan mengambil kata-kata yang terbaik dari segala bahasa di sekitar mereka. Kota Malaka, karena posisinya yang menguntungkan, menjadi bandar yang utama di kawasan Tenggara Asia, bahasanya yang disebut dengan Melayu menjadi bahasa yang paling sopan dan paling pas di antara bahasa-bahasa di Timur Jauh.”
Bahasa Indonesia modern dapat dilacak sejarahnya dari literatur Melayu Kuno. Pada awal abad ke-20, bahasa Melayu pecah menjadi dua. Di tahun 1901, Indonesia di bawah Belanda mengadopsi ejaan Van Ophuijsen, sedangkan pada tahun 1904 Malaysia di bawah Inggris mengadopsi ejaan Wilkinson.
Bahasa Indonesia secara resmi diakui sebagai bahasa nasional pada saat Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Penggunaan bahasa Melayu sebagai bahasa nasional atas usulan Muhammad Yamin, seorang politikus, sastrawan, dan ahli sejarah. Dalam pidatonya pada Kongres Nasional kedua di Jakarta, Yamin mengatakan bahwa, “Jika mengacu pada masa depan bahasa-bahasa yang ada di Indonesia dan kesusastraannya, hanya ada dua bahasa yang bisa diharapkan menjadi bahasa persatuan yaitu bahasa Jawa dan Melayu. Tapi dari dua bahasa itu, bahasa Melayulah yang lambat laun akan menjadi bahasa pergaulan atau bahasa persatuan.
Selanjutnya perkembangan bahasa dan kesusastraan Indonesia banyak dipengaruhi oleh sastrawan Minangkabau, seperti: Marah Rusli, Abdul Muis, Nur Sutan Iskandar, Sutan Takdir Alisyahbana, Hamka, Roestam Effendi, Idrus, dan Chairil Anwar. Sastrawan tersebut banyak mengisi dan menambah perbendaharaan kata, sintaksis, maupun morfologi bahasa Indonesia.

Versi Ke-2
Bahasa Indonesia lahir pada tanggal 28 Oktober 1928. pada saat itu, para pemuda dari berbagai pelosok Nusantara berkumpul dalam Kerapatan Pemuda dan berikrar (1) bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia, (2) berbangsa yang satu, bangsa Indonesia, dan (3) menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Ikrar para pemuda ini dikenal dengan nama Sumpah Pemuda.
Unsur yang ketiga dari Sumpah Pemuda merupakan pernyataan tekad bahwa bahasa Indonesia merupakan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Pada tahun 1928 itulah bahasa Indonesia dikukuhkan kedudukannya sebagai bahasa nasional.
Bahasa Indonesia dinyatakan kedudukannya sebagai bahasa negara pada tanggal 18 Agustus 1945 karena pada saat itu Undang-Undang Dasar 1945 disahkan sebagai Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 disebutkan bahwa Bahasa negara ialah bahasa Indonesia (Bab XV, Pasal 36).
Keputusan Kongres Bahasa Indonesia II tahun 1954 di Medan, antara lain, menyatakan bahwa bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu. Bahasa Indonesia tumbuh dan berkembang dari bahasa Melayu yang sejak zaman dulu sudah dipergunakan sebagai bahasa perhubungan (lingua franca) bukan hanya di Kepulauan Nusantara, melainkan juga hampir di seluruh Asia Tenggara.
Pada zaman Sriwijaya, bahasa Melayu dipakai sebagai bahasa kebudayaan, yaitu bahasa buku pelajaran agama Budha. Bahasa Melayu juga dipakai sebagai bahasa perhubungan antarsuku di Nusantara dan sebagai bahasa perdagangan, baik sebagai bahasa antarsuku di Nusantara maupun sebagai bahasa yang digunakan terhadap para pedagang yang datang dari luar Nusantara.
Informasi dari seorang ahli sejarah Cina, I-Tsing, yang belajar agama Budha di Sriwijaya, antara lain, menyatakan bahwa di Sriwijaya ada bahasa yang bernama Koen-louen (I-Tsing:63,159), Kou-luen (I-Tsing:183), K’ouen-louen (Ferrand, 1919), Kw’enlun (Alisjahbana, 1971:1089). Kun’lun (Parnikel, 1977:91), K’un-lun (Prentice, 1078:19), yang berdampingan dengan Sanskerta. Yang dimaksud Koen-luen adalah bahasa perhubungan (lingua franca) di Kepulauan Nusantara, yaitu bahasa Melayu.
Perkembangan dan pertumbuhan bahasa Melayu tampak makin jelas dari peninggalan kerajaan Islam, baik yang berupa batu bertulis, seperti tulisan pada batu nisan di Minye Tujoh, Aceh, berangka tahun 1380 M, maupun hasil susastra (abad ke-16 dan ke-17), seperti Syair Hamzah Fansuri, Hikayat Raja-Raja Pasai, Sejarah Melayu, Tajussalatin, dan Bustanussalatin.
Bahasa Melayu menyebar ke pelosok Nusantara bersamaan dengan menyebarnya agama Islam di wilayah Nusantara. Bahasa Melayu mudah diterima oleh masyarakat Nusantara sebagai bahasa perhubungan antarpulau, antarsuku, antarpedagang, antarbangsa, dan antarkerajaan karena bahasa Melayu tidak mengenal tingkat tutur.
Bahasa Melayu dipakai di mana-mana di wilayah Nusantara serta makin berkembang dan bertambah kukuh keberadaannya. Bahasa Melayu yang dipakai di daerah di wilayah Nusantara dalam pertumbuhannya dipengaruhi oleh corak budaya daerah. Bahasa Melayu menyerap kosakata dari berbagai bahasa, terutama dari bahasa Sanskerta, bahasa Persia, bahasa Arab, dan bahasa-bahasa Eropa. Bahasa Melayu pun dalam perkembangannya muncul dalam berbagai variasi dan dialek.
Perkembangan bahasa Melayu di wilayah Nusantara mempengaruhi dan mendorong tumbuhnya rasa persaudaraan dan persatuan bangsa Indonesia. Komunikasi antarperkumpulan yang bangkit pada masa itu menggunakan bahasa Melayu. Para pemuda Indonesia yang tergabung dalam perkumpulan pergerakan secara sadar mengangkat bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia, yang menjadi bahasa persatuan untuk seluruh bangsa Indonesia (Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928).
Kebangkitan nasional telah mendorong perkembangan bahasa Indonesia dengan pesat. Peranan kegiatan politik, perdagangan, persuratkabaran, dan majalah sangat besar dalam memodernkan bahasa Indonesia.
Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, 17 Agustus 1945, telah mengukuhkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia secara konstitusional sebagai bahasa negara. Kini bahasa Indonesia dipakai oleh berbagai lapisan masyarakat Indonesia, baik di tingkat pusat maupun daerah. (from: berbagai sumber)

Versi  Ke-3
Tanggal 28 Oktober 1928 merupakan tanggal bersejarah bagi bahasa Indonesia yang saat itu diresmikan menjadi bahasa negara dan menjadi bahasa persatuan dari sekian ratus bahasa daerah.
Namun seperti apakah yang dinamakan bahasa Indonesia itu? Orang mengenalnya sebagai bahasa Melayu yang dimodifikasi, lalu dicampur dengan bahasa-bahasa serapan dari berbagai daerah dan dari bahasa asing, kemudian dibakukan.Dari manakah asal-usul bahasa Melayu itu? Apakah bahasa itu hanya dituturkan oleh etnis Melayu sejak berabad-abad lalu? Padahal etnis Melayu sendiri hanya sebagian kecil saja dari ratusan etnis di nusantara?
Arkeolog Harry Truman Simanjuntak mengatakan, bahasa Melayu dan ratusan bahasa daerah lainnya di nusantara sebenarnya berakar dari bahasa Austronesia yang mulai muncul sekitar 6.000-10.000 tahun lalu.
Penyebaran penutur bahasa Austronesia, ujar Ketua Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI) itu, merupakan fenomena besar dalam sejarah umat manusia karena sebagai suatu rumpun bahasa, Austronesia merupakan yang terbesar di dunia, meliputi 1.200 bahasa dan dituturkan oleh hampir 300 juta populasi.
Masyarakat penuturnya tersebar luas di wilayah sepanjang 15 ribu km meliputi lebih dari separuh bola bumi, yaitu dari Madagaskar di barat hingga Pulau Paskah di ujung timur, dari Taiwan-Mikronesia di utara hingga Selandia Baru di selatan.
“Out of Taiwan”
Mengenai asal-usul penutur Austronesia, Harry mengatakan, ada beberapa hipotesa. Yang paling umum adalah hipotesa bahwa asal leluhur penutur Austronesia adalah Formosa (Taiwan) atau model “Out of Taiwan”.
Arkeolog lainnya Daud A Tanudirjo menyebutkan, Robert Blust adalah pakar linguistik yang paling lantang menyuarakan pendapat bahwa asal-ususl penutur Austronesia adalah Taiwan.
Sejak 1970-an Blust telah mencoba merekonstruksi silsilah dan pengelompokan bahasa-bahasa dari rumpun Austronesia misalnya kosakata protobahasa Austronesia
yang berkaitan dengan flora dan fauna serta gejala alam lain, kata Daud.
“Ia juga menawarkan rekonstruksi pohon kekerabatan rumpun bahasa Austronesia dan perkiraan waktu pencabangannya mulai dari Proto-Austronesia hingga Proto-Oseania,” katanya.
Para leluhur ini, diungkapkan Daud, awalnya berasal dari Cina Selatan yang bermigrasi ke Taiwan pada 5.000-4.000 SM, namun akar bahasa Austronesia baru muncul beberapa abad kemudian di Taiwan.
Kosakata yang dapat direkonstruksi dari bahasa awal Austronesia yang dapat dilacak antara lain : rumah tinggal, busur, memanah, tali, jarum, tenun, mabuk, berburu, kano, babi, anjing, beras, batu giling, kebun, tebu, gabah, nasi, menampi, jerami,
hingga mengasap.
Para petani purba di Taiwan ini berkembang cepat dan lalu terpecah-pecah menjadi kelompok-kelompok yang hidup terpisah dan bahasanya menjadi berbeda-beda dengan setidaknya kini ada sembilan bahasa yang teridentifikasi sebagai bahasa formosa.
Bermigrasi
Migrasi leluhur dari Taiwan ke Filipina mulai terjadi pada 4.500-3.000 SM. Leluhur ini adalah salah satu dari kelompok yang memisahkan diri. Mereka bermigrasi ke selatan menuju Kepulauan Filipina bagian utara yang kemudian memunculkan cabang bahasa baru yakni Proto-Malayo-Polinesia (PMP).
Tahap berikutnya, ujar Daud, terjadi pada 3.500-2.000 SM di mana masyarakat penutur bahasa PMP yang awalnya tinggal di Filipina Utara mulai bermigrasi ke selatan melalui Filipina Selatan menuju Kalimantan dan Sulawesi serta ke arah tenggara menuju Maluku Utara.
Proses migrasi ini membuat bahasa PMP bercabang menjadi bahasa Proto Malayo Polinesia Barat (PWMP) di kepulauan Indonesia bagian barat dan Proto Malayo Polinesia Tengah-Timur (PCEMP) yang berpusat di Maluku Utara.
“Rupanya ketika bermigrasi ke arah tenggara penanaman padi mulai ditinggalkan karena tidak sesuai dengan lingkungannya. Mereka mulai memanfaatkan tanaman keladi dan umbi-umbian lain serta buah-buahan,” katanya.
Namun pada 3.000-2.000 SM leluhur yang ada di Maluku Utara bermigrasi ke selatan dan timur. Hanya dalam waktu singkat migrasi dari Maluku Utara mencapai Nusa Tenggara sekitar 2.000 SM yang kemudian memunculkan bahasa Proto Malayo Polinesia Tengah
(PCMP).
Demikian pula migrasi ke timur yang mencapai pantai utara Papua Barat dan melahirkan bahasa-bahasa Proto Malayo-Polinesia Timur (PEMP).
Migrasi dari Papua Utara ke barat terjadi pada 2.500 SM dan ke timur pada 2.000-1.500 SM, di mana penutur PEMP di wilayah pantai barat Papua Barat melakukan migrasi arus balik menuju Halmahera Selatan, Kepulauan Raja Ampat, dan pantai barat Papua Barat
yang kemudian muncul bahasa yang dikelompokkan sebagai Halmahera Selatan-Papua Nugini Barat (SHWNG).
Setelah itu kelompok lain dari penutur PEMP bermigrasi ke Oseania dan mencapai kepulauan Bismarck di Melanesia sekitar 1.500 SM dan memunculkan bahasa Proto Oseania.
“Sedangkan di Kepulauan Indonesia di bagian barat, setelah sempat menghuni Kalimantan dan Sulawesi, pada 3.000-2.000 SM, para penutur PWMP bergerak ke selatan, bermigrasi ke Jawa dan Sumatera,” katanya.
Penutur PWMP yang asalnya dari Kalimantan dan Sulawesi itu lalu bermigrasi lagi ke utara antara lain ke Vietnam pada 500 SM dan Semenanjung Malaka, ujarnya.
Menjelang awal tahun Masehi, penutur bahasa WMP juga menyebar lagi ke Kalimantan sampai ke Madagaskar, tambah Daud.
Bentuk rumpun bahasa Austronesia ini lebih menyerupai garu daripada bentuk pohon. Karena semua proto-bahasa dalam kelompok ini, dari Proto Malayo Polynesia hingga Proto Oseania menunjukkan kesamaan kognat yang tinggi, yaitu lebih dari 84 persen dari 200 pasangan kata, katanya.
Dengan demikian, kata Harry Truman, hampir seluruh kawasan nusantara bahkan sampai ke kawasan negeri-negeri tetangga dan masyarakat kepulauan Pasifik dan Madagaskar menuturkan bahasa yang asal-muasalnya merupakan bahasa Austronesia.
“Kecuali masyarakat yang ada di pedalaman Papua dan pedalaman pulau Timor yang bahasanya lebih mirip dengan bahasa pedalaman Australia,” katanya.
Bahasa Indonesia sekarang ini, kata Harry lagi, sudah sangat kompleks karena penuturnya tidak hanya hidup dengan sukunya masing-masing dan beradaptasi dengan rumpun bahasa dunia lainnya seperti dari India, Arab, Portugis, Belanda dan Inggris.
***