Selasa, 11 Juni 2013

makalah agama 1






BAB I
PENDAHULUAN
1.1   Latar Belakang
Alam semesta adalah fana.Pengertian dari alam semesta adalah ruang dimana di dalamnya terdapat kehidupan biotik maupun abiotik serta segala macam peristiwa alam yang dapat diungkapkan maupun yang belum dapat diungkapkan oleh manusia.
Ada penciptaan, proses dari ketia-daan menjadi ada, dan akhirnya hancur.Di antaranya ada pen-ciptaan manusia dan makhluk hidup lainnya. Di sana berlang-sung pula ribuan, bahkan jutaan proses fisika, kimia, biologi dan proses-proses lain yang tak diketahui. Sebenarnya seluruh kejadian di alam semesta ini, sudah terjadi dan kejadiannya mengikuti segala rencana dan konsep yang sudah tertera di dalam Al Qur’an. Gambaran jelasnya, bahwa semua proses alam semesta ini mengikuti dan mengekor pada segala yang tertuang dalam Al Qur’an, apakah diketahui atau tidak tabir rahasianya oleh manusia.
Begitu pula  dengan tercitanya manusia sama halnya dengan terciptanya alam semesta. Manusia dicitakan dan kemudian akan kembali lagi dimusnahkan. Manusia diciptaka didunia memiliki dua tujuan yaitu yang pertama yaitu untuk mengabdi dan menyembah ALLAH SWT seutuhnya, dan sebagai khalifah dimuka bumi ini.
Agama memberikan penjelasan bahwa manusia adalah mahluk yang memilki potensi untuk berahlak baik (takwa) atau buruk (fujur) potensi fujur akan senantiasa eksis dalam diri manusia karena terkait dengan aspek instink, naluriah, atau hawa nafsu, seperti naluri makan/minum, seks, berkuasa dan rasa aman. Apabila potentsi takwa seseorang lemah, karena tidak terkembangkan (melalui pendidikan), maka prilaku manusia dalam hidupnya tidak akan berbeda dengan hewan karena didominasi oleh potensi fujurnya yang bersifat instinktif atau implusif (seperti berjinah, membunuh, mencuri, minum-minuman keras, atau menggunakan narkoba.
Agar hawa nafsu itu terkendalikan (dalam arti pemenuhannya sesuai dengan ajaran agama), maka potensi takwa itu harus dikembangkan, yaitu melalui pendidikan agama dari sejak usia dini. Apabila nilai-nilai agama telah terinternalisasi dalam diri seseorang maka dia akan mampu mengembangkan dirinya sebagai manusia yang bertakwa, yang salah satu karakteristiknya adalah mampu mengendalikan diri (self contor) dari pemuasan hawa nafsu yang tidak sesuai dengan ajaran agama.
Maka dari itu kami disini memiliki keinginan untuk melakukan penelitian dalam rangka untuk memenuhi tugas dari Dosen. Yang akan mengangkat judul tentang Manusia, Alam Semesta, dan Agama. Karena dalam kehidupan dimasa sekarang sudah banyak yang salah faham tentang ketiga hal tersebut.

1.2.      Rumusan Masalah
       1.2.1 Bagaimana Pandangan islam tentang alam semesta?
       1.2.2 Bagaimana pandangan manusia menurut islam?
       1.2.3. Bagaimana hubungan antara manusia dengan agama?
1.3  Tujuan Makalah
            Tujuan Penulisan Makalah Sejalan dengan rumusan masalah di atas, makalah ini disusun dengan tujuan untuk : 1. Memahami bahwasanya segala sesuatu yang tercipta, benda hidup maupun mati, nyata ataupun tidak, semuanya adalah milik Allah semata yang pada akhirnya semuanya akan kembali kepada-Nya. 2. Memahami hakikat asal usul dan fitrah manusia. 3. Untuk mengaplikasikan keterkaitan manusia dengan agamanya.
1.4. Manfaat Makalah
Manfaat penulisan makalah ini  untuk menambah wawasan tentang manusia, alam semesta dan agama demi terwujudnya kehidupan yang hakiki. Dan menjadi panduan pengetahuan untuk dikembangkan kembali.







BAB II
PEMBAHASAN
2.Pandangan islam tentang alam semesta
2.1 Pengertian Alam Semesta
Alam adalah segala sesuatu yang ada atau yang dianggap ada oleh manusia di dunia ini selain Allah beserta Dzat dan sifat-Nya. Alam dapat dibedakan mrnjadi beberapa jenis, diantaranya adalah alam ghoib dan alam syahadah. Alam syahadah dalam istilah Inggris disebut universe yang artinya seluruhnya, yang dalam bahasa sehari-hari disebut sebagi alam semesta. Alam semesta merupakan ciptaan Allah yang diurus dengan kehendak dan perhatian Allah. Allah menciptakan alam semesta ini dengan susunan yang teratur dalam aspek biologi, fisika, kimia, dan geologi beserta semua kaidah sains. Definisi dari alam semesta itu sendiri adalah segala sesuatu yang ada pada diri manusia dan di luar dirinya yang merupakan suatu kesatuan system yang unik dan misterius. Alam syahadah atau alam materi sering juga disebut dengan alam fisik karene alam syahadah merupakan alam yang dapat dicapai oleh indera manusia baik dengan menggunakan alat atau tidak, berbeda dengan alam ghoib yang tidak dapat tercapai oleh indera. Alam syahadah dapat dibedakan menjadi alam raya (makrokosmos) dan alam zarrah (mikrokosmos). Dan dapat pula dibedakan menjadi alam nabati, hewani, dan insani Al Quran menggambarkan alam semesta laksana sebuah kitab yang disusun oleh satu wujud yang arif, yang setiap baris dan katanya merupakan tanda kearifan penulisnya.
²Dalam islam,alam semesta harus diyakini sebagai ciptaan Allah. Alam semesta beserta segala sesuatu yang hendak diciptakan Allah. Tercipta sekedar dengan firman-Nya : “Jadilah!” oleh karena itu Allah adalah pemilik mutlak dari alam semesta dan penguasa alam semesta yang tidak dapat disangkal di samping pemeliharaanya yang maha pengasih”.

2.2  Penciptaan Alam Semesta
a.      Menurut Al Quran
Menurut pandangan Al Quran, penciptaan alam semesta dapat dilihat pada surat Al Anbiya ayat 30.
يُؤْمِنُونَ أَفَلَا ۖ حَيٍّ شَيْءٍ كُلَّ الْمَاءِ مِنَ وَجَعَلْنَا ۖ هُمَا فَفَتَقْنَا رَتْقًا كَانَتَا  وَالْأَرْضَ  السَّمَاوَاتِ أَنَّ كَفَرُوا الَّذِينَ يَرَ أَوَلَمْ
 “Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, Kemudian kami pisahkan antara keduanya. dan dari air kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?”
Menurut ayat di atas dikatakan bahwa langit dan bumi dahulunya merupakan satu kesatuan yang padu.
Kemudian Dia menuju langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi, “  Datanglah kamu keduanya menuruti perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa”. Keduanya  menjawab, “Kami datang dengan suka hati
Maka Dia menjadikannya 7 langit dalam 2 masa dan Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya. Dan Kami hiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang yang cemerlang dan Kami memeliharanya dengan sebaik-baiknya` ( Fushshilat 11-12)
Surat ini menerangkan bahwa yang pertama kali Allah ciptakan sebelum ada bintang-bintang dan galaksi, adalah bumi, kemudian Allah swt siapkan makanan di bumi bagi subject utama penciptaan alam semesta , yaitu manusia. Baru setelah itu Allah ciptakan langit dan bintang-bintang dalam enam masa. Seperti diterangkan dalam Surat Al A’raf ayat 54, alam semesta ini diciptakan selama 6 masa.
Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas 'Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam.
Bumi sebelumnya adalah planet yang mati dan Allah menghidupkannya dengan menu-runkan air dari langit.
Dan Allah menurunkan dari langit air dan dengan air itu dihidupkannya bumi sesudah matinya.”. (QS`An Nahl ; 65). Pertanyaannya adalah darimana air ini berasal ? Padahal waktu itu belum ada awan yang bisa menghasilkan hujan, belum ada langit yang bisa menahan uap air. Maka satu-satunya kemungkinan asal air adalah dari Arasynya Allah.
Dan Kami turunkan air dari langit menurut suatu ukuran; lalu Kami jadikan air itu menetap di bumi, dan sesungguhnya Kami benar-benar kuasa menghilangkannya.”( QS  Al- Mu’minun ; 18 )
Perhatikan kalimat “lalu Kami jadikan air itu menetap di bumi” , ini menerangkan bahwa air bukanlah pemukim asli bumi tetapi pendatang  (alien).
“ ……….Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup, Maka mengapakah mereka tiada juga beriman “ ( QS. Al-Anbiya ;30 ).
“ …. Maka Kami tumbuhkan dengan air itu berjenis-jenis tumbuhan yang bermacam-macam “ ( QS Tha Ha ; 53)
Dan Allah telah menciptakan semua jenis hewan dari air … (QS An Nur ; 45).
Ketiga ayat tersebut makin menjelaskan kepada kita bahwa setelah air diturunkan ke bumi,  maka sebelum Allah ciptakan hewan , tentunya yang terlebih dahulu Allah cipakan adalah tumbuh-tumbuhan sebagai cadangan makanan hewan. Kemudian hewan-hewan ada juga yang menjadi cadangan makanan untuk hewan-hewan predator. Semua jenis hewan, baik burung maupun hewan darat, ternyata menurut ilmu pengetahuan memang asal-usulnya dari hewan air.
Misteri berikutnya adalah dikatakan dalam Al Qur’an bahwa langit dan bumi dulunya adalah suatu yang padu. Jadi bukan bumi dan bintang-bintang yang dulunya sesuatu yang padu.
“ ………bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian kami pisahkan antara keduanya……. “ ( QS. Al-Anbiya ;30 ).
Selanjutnya  Allah swt katakan menciptakan langit dari asap (lihat kembali surat Al Fushilat ayat 11). Bumi, sebelum Allah swt hidupkan dengan menurunkan air dari langit, pada mulanya adalah sebuah bola api yang sangat panas. Ilmu pengetahuanpun mengakui hal tersebut. Tetapi tanpa perlu pembuktian, kita tahu bahwa perut bumi masih mengandung lumpur dan lahar yang sangat panas sampai saat ini. Sebuah benda yang panas, seperti sebatang besi yang membara misalnya, apabila disiram air akan menyebabkan munculnya asap dan uap air. Demikian juga dengan bola panas bumi pada waktu air diturunkan maka dia mengeluarkan asap dan uap air. Apa bedanya asap dengan uap air ? Asap bersifat adhesive (mengikat) sedangkan uap bersifat kohesip (tidak mengikat). Asap dari bumi inilah yang kemudian Allah swt ciptakan menjadi langit yang tujuh lapis. Kemudian dalam tempurung langit yang pertama Allah ciptakan bintang-bintang. Darimana Allah swt ciptakan bintang-bintang. Wallahu a’lam, tidak ada penjelasan dalam Al Qur’an. Allah swt Kuasa menciptakan segala sesuatunya dari yang tiada menjadi ada.
2.3  Tujuan Penciptaan Alam
Pada hakekatnya segala sesuatu yang tercipta, benda hidup maupun mati, nyata ataupun tidak, semuanya adalah milik Allah semata yang pada akhirnya semuanya akan kembali kepada-Nya. Baik secara suka atau terpaksa, segala alam yang ada itu menjadi tunduk dan patuh pada hukum dan ketetapan Allah.
Hanya karena sifat kasih dan saying dari Allah maka manusia yangi ciptakan adalah diberi tugas sebagai kholifah di bumi ini bertugas untuk megelola, membudayakan, memanfaatkan dan melestarikan alam. Tugas tersebut diberikan kepada manusia karena Allah menciptakn manusia sebagai makhluk yang terbaik, seperti yang disebutkan dalam surat At Tiin ayat 4. Manusia di dalam kehidupannya di dunia dibekali oleh Allah dengan potensi dasar. Potensi dasar itu dapat nampak dan dilihat dalam jiwa, raga, tubuh, dan ruh.
Dari potensi dasar manusia yang berupa akal yang bias melahirkan daya berfikir dan daya nalar, akhirnya manusia dapat menundukkan, menguasai, dan memanfaatkan alam. Dengan akal itu pula manusia dapat mengamati, meneliti, menganalisis gejala-gejala alam yang timbul, dan menguasai rahasia-rahasianya. Sehingga pada puncak penelitian dan penemuannya itu, akan wujud dan keagungan Allah sebagai penciptanya.
Dengan demikian, tujuan alam diciptakan adalah bukan untuk dirusak, dicemari, dan dihancurkan. Akan tetapi adalah untuk difungsikan semaksimal mungkin dalam kehidupan. Tujuan alam diciptakan juga  bukan untuk disembah, dikultuskan, dan dimintai pertolongan. Akan tetapi adalah untuk dikelola, dibudidayakan, dan dimanfaatkan dalam kehidupan. Pada akhirnya alam diciptakan hanya sebagai fasilitas semata bagi manusia untuk mengenal dan lebih mendekatkan diri pada Allah.                         
Pada intinya, Allah menciptakan alm semesta beserta isinya dilengkapi dengan hukum-hukum (sunnatullah). Dan jika hukum-hukum tersebut dilanggar, maka alam akan hancur. Itulah hakikat sunnatullah yang telah ditentukan oleh Dzat Yang Maha Tinggi sebagai Sang Pencipta, Pengatur dan tempat kembali seluruh alam.
3.Pandangan islam terhadap manusia
²Manusia merunut pandangan islam adalah makluk mulia dan terhormat disisi tuhan. Manusia diciptakan dalam bentuk yang amat baik . kecuali ia memiliki insting (naluri) vegetative dan melakukan pengindraan sebagaimana hewan, ia juga memiliki sesuatu yang tidak dimiliki oleh hewan dan tumbuhan yaitu akal”.  
Manusia memiliki jiwa yang bersifat rohaniah, gaib, tidak dapat ditangkapdengan panca indera yang berbeda dengan makhluk lain, karena pada manusia terdapatdaya berfikir, akal, nafsu, kalbu, yang kadang-kadang disebut dengan jiwa, ruh,soul ,mind , dan sebagainya. Manusia adalah makhluk Allah s.w.t. yang memilki unsur dandaya materi, yang memiliki jiwa dengan ciri-ciri berfikir,berakal, dan bertanggung jawab pada Allah s.w.t. yang diciptakan dengan memiliki akhlak,yang meneladani akhlak Allah s.w.t. dalam kadar yang amat rendah(yatakhallaqu bi akhlaqillah).Manusia diciptakan Allah s.w.t. dalam arti
Majazi bukan hakekat.Manusia merupakan makhluk yang sempurna dan mulia. Manusia merupakanmakhluk yang unik, sebagai makhluk yang paling sempurna, baik kejadian fisiknya maupun rohaniahnya. Selain sebagai makhluk[8] yang paling sempurna manusia juga dijadikan Allah s.w.t. sebagai makhluk yang memiliki kemuliaan dan keluhuran.Sebagai makhluk yang paling sempurna, manusia dimintai pertanggunjawabanterhadap amanah yang diberikan padanya untuk mengelola alam semesta bagikesejahteraan semua makhluk.Setiap manusia menurut pandangan I[9]slam adalahpemimpin, sesuai dengan tingkatannya masing-masing. Setiap pemimpin bertanggungjawab terhadap apa yang dipimpinnya, baik lahir maupun batin, di dunia maupun diakhirat.
3.1 Fitrah Manusia
          Berdasarkan pemahaman di atas serta merujuk al-Quran dan al-Hadits, fitrah manusia menurut ajaran Islam dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Manusia adalah makhluk psiko-fisik yang memiliki jiwa dan tubuh. Dari berbagai ayat al-Quran dapat diketahui bahwa jati diri manusia adalah makhluk psiko-fisik, yaitu suatu makhluk yang eksistensinya terdiri atas unsur jiwa (ruh) dan fisik (jasad). Gabungan kedua unsur inilah yang mewujud menjadi manusia. Di antara ayat yang mendukung pernyataan ini ialah:
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي خَالِقٌ بَشَرًا مِنْ صَلْصَالٍ مِنْ حَمَإٍ مَسْنُونٍ
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk, (Al-hijr:28)
ثُمَّ جَعَلَ نَسْلَهُ مِنْ سُلَالَةٍ مِنْ مَاءٍ مَهِينٍ 
Kemudian ia menjadikan keturannya dari saripati air yang hina (air mani). (Qs.as-sajadah:8)
Ayat-ayat ini menegaskan bahwa manusia pertama diciptakan dari tanah (thin). Kemudian generasi selanjutnya berkembang biak dengan unsur sulalat min ma` mahin, air mani. Ini menunjukkan bahwa manusia memiliki unsur fisik. Di samping itu, Allah meniupkan ruh-Nya ke dalam unsur fisik tersebut. Setelah bentuk fisik diisi dengan ruh, terbentuklah suatu jenis makhluk yang khas, yaitu manusia. Keberadaan kedua unsur ini, fisik dan ruh, meniscayakan keberadaan sifat-sifat keduanya pada manusia di samping sifat-sifat yang timbul dari gabungan keduanya.
      2. Sifat-sifat jasmani (al-fithrat al-jismiah)
Tubuh manusia merupakan alam materi yang memiliki sifat-sifat fisika. Ia tersusun dari 4 unsur yang membentuk alam materi, yaitu tanah, air, udara, dan api. Para filosof Muslim, seperti Ikhwan al-Shafa` mengemukakan bahwa perimbangan komposisi keempat unsur ini ikut mempengaruhi sifat-sifat manusia.[14]
Tubuh manusia terdiri atas bagian-bagian dan anggota-anggota yang masing-masing mempunyai tugas dan fungsinya sendiri-sendiri. Penataan masing-masing bagian dan anggota ini sangat proporsional sehingga semuanya dapat memberikan andil yang optimal bagi kesempurnaan fisik manusia serta fungsionalisasi dari masing-masing bagiannya. Kenyataan inilah yang digambarkan al-Quran surah al-Tin ayat 4 yang berbunyi: Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang terbaik (fi ahsani taqwim).
Bentuk dan tatanan bagian dan anggota fisik manusia dirancang sedemikian rupa agar manusia dapat melakukan berbagai aktivitas yang dibebankan kepadanya. Hanya saja, ketika manusia diciptakan (dilahirkan), kondisi dari masing-masing bagian ini masih dalam keadaan lemah dan bersifat potensial. Hal ini dapat diketahui dari al-Quran surah al-Rum ayat 54 sbb:
Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa. (Qs.al-rum ayat 54)
3.  Sifat-sifat Jiwa (al-fithrat al-ruhiyyat)Jiwa merupakan inti hakikat manusia. Unsur inilah yang mendapat tugas sebagai khalifah Allah di bumi. Unsur ini pula yang bertanggung jawab atas segala tingkah laku dan perbuatan manusia.Dalam hal ini Alquran menjelaskan:Surat Al-Baqarah ayat [30]

قال الله تعالى :وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلاَئِكَةِ إِنِّي جَاعِلُُ فِي الأَرْضِ خَلِيفَةً قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَن يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَآءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لاَ تَعْلَمُونَ {30}
“ Ingatlah ketika Rabb-mu berfirman kepada para Malaikat:”Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata:”Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau”. Rabb berfirman:’Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui’ “. (QS. 2:30)
Makna secara umum:
Allah Ta’ala memerintahkan Rasul-Nya agar mengingat firman-Nya kepada para malaikat (yaitu): “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi” yang akan menggantikan-Nya dalam menjalankan hukum-hukum-Nya di muka bumi. Para malaikat ketika itu, bertanya-tanya * karena khawatir yang menjadi khalifah ini adalah orang-orang yang akan menumpahkan darah dan membuat kerusakan di muka bumi, yaitu berupa kekufuran dan perbuatan maksiat. Hal ini sebagai perbandingan terhadap makhluk jin (sebelumnya) yang memang terjadi terhadap mereka apa yang dikhawatirkan tersebut. Lalu Allah memberitahukan kepada mereka bahwa Dia Maha Mengetahui hikmah-hikmah dan mashalahat-mashlahat (yang ada dibalik itu), suatu hal yang tidak mereka ketahui.
Di dalam al-Quran dinyatakan bahwa jiwa manusia berasal dari ruh Tuhan (min ruhih)[17] Di samping itu, para ulama juga menyimpulkan bahwa unsur ini pula yang telah melakukan perjanjian dengan sang Pencipta sebelum ia digabungkan dengan tubuh. Berdasar ini semua, tentu saja tidak mungkin manusia diciptakan dalam keadaan sesat dan berdosa seperti dipahami sebagian  orang.
Itu pula sebabnya sebagian pakar berpendapt bahwa manusia diciptakan dalam keadaan bertauhid, Islam, dan suci. Akan tetapi, pendapat ini hanya benar sepanjang manusia hanya dilihat dari sisi ruh asalnya. Para pemikir Muslim sepakat bahwa makhluk yang bernama manusia tidak hanya terdiri atas ruh semata, melainkan juga ada unsur fisik. Kondisi ruh ketika anak manusia dilahirkan, setelah bergabung dengan tubuh, tidak memiliki kesadaran akan amanah dan janjinya itu. Unifikasinya dengan tubuh material mengakibatkan ruh terhalang untuk mengetahui dan menyadari janjinya dengan Tuhan.
4. Sifat-sifat Psiko-Fisik (al-fithrat al-nafsaniyyat)
Yang dimaksud dengan nafs (diri) adalah suatu hakikat yang terbentuk setelah unifikasi unsur fisik dan jiwa. Nafs tidak sama dengan ruh yang menjadi rahasia kehidupan dan juga tidak sama dengan jasad (tubuh)material yang bisa diobservasi.[19]
Dengan demikian fitrah nafsaniah adalah keadaan dan sifat dari gabungan ruh dan fisik.Ia bukan merupakan keadaan dan sifat unsur ruh semata seperti yang telah dikemukakan di atas, melainkan keadaan dan sifat ruh yang telah menyatu dengan tubuh. Juga bukan keadaan dan sifat unsur fisik semata, tetapi kondisi dan sifat unsur fisik yang telah dimasuki ruh.
a. Lemah. Manusia dilahirkan dalam keadaan lemah, baik fisik maupun psikis sebagaimana
 dijelaskan dalam alquran sbb:إِنَّ الإنْسَانَ خُلِقَ هَلُوعًا ¤ إِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ جَزُوعًا ¤ وَإِذَا مَسَّهُ الْخَيْرُ مَنُوعًا ¤ إِلا الْمُصَلِّينَ ¤ الَّذِينَ هُمْ عَلَى صَلاتِهِمْ دَائِمُونَ ¤ وَالَّذِينَ فِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ مَعْلُومٌ ¤ لِلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ ¤ وَالَّذِينَ يُصَدِّقـــُونَ بِيَوْمِ الد ِّيــن ¤ ِ وَالَّذِينَ هُمْ مِنْ عَذَابِرَبِّهِمْ مُشْفِقُونَ ¤
“ Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir.Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah,dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir,kecuali orang-orang yang mengerjakan salat,yang mereka itu tetap mengerjakan salatnya,dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta),dan orang-orang yang mempercayai hari pembalasan,dan orang-orang yang takut terhadap azab Tuhannya. ( Q.S Al Ma’arij ; 19-27 )
Pada ayat ini ditegaskan bahwa manusia itu bersifat suka berkeluh kesah dan kikir. Namun, sifat ini dapat diubah jika dituruti petunjuk Tuhan yang dinyatakan-Nya.
b. Memiliki potensi untuk melakukan berbagai pekerjaan fisik. Meskipun manusia terlahir dalam keadaan lemah, tidak berdaya sama sekali[21], namun ia dapat tumbuh menjadi kuat untuk melakukan bermacam-macam tindakan fisik setelah melalui proses pertumbuhan dan perkembangan. Tuntutan agar manusia mewujudkan kemakmuran di bumi dan tidak melakukan kerusakan menunjukkan bahwa manusia dapat melakukan tindakan-tindakan positif atau negatif.
c. Bodoh dalam pengertian tidak memiliki pengetahuan tentang apa pun. Al-Quran menegaskan: “Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat[1233] kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh, ” (Q.S al-Ahzab : 72)
d. Memiliki potensi untuk berpengetahuan. Seiring dengan pernyataan di atas, manusia diciptakan dalam keadaan berpotensi untuk berpengetahuan. Ada 3 perangkat yang diberikan Allah untuk keperluan itu, yaitu: pendengaran (al-sam’), penglihatan (al-bashar), dan jantung-hati (al-af`idat).
e. Memiliki kebebasan dalam bertindak dan bersikap. Manusia lahir dengan potensi yang memungkinkan ia dapat menentukan pilihan terhadap semua tindakan yang akan dilakukannya. Manusia diberi kebebasan untuk memilih apakah ia akan menjadi beriman atau kafir.
f. Bersifat netral dalam arti berpotensi untuk menjadi baik dan jahat karena ke dalam diri manusia telah diilhamkan potensi kejahatan (fujur) dan potensi ketakwaan. Dalam hal ini, al-Quran menyatakan:  ( الشمس 7 - 8 )
Allah menciptakan manusia untuk menjadi khalifah-Nya. Hal ini menunjukkan bahwa manusia pasti berpotensi untuk menjadi baik. Akan tetapi, perlu pula diingat bahwa di balik itu, manusia juga berpotensi untuk menjadi jahat. Unsur fisik yang senantiasa berada dalam keadaan al-kawn wa al-fasad berpotensi untuk mendominasi unsur jiwa yang bersifat ilahi. Bila unsur fisik dominan, niscaya kejahatan menjadi aktual. Idealnya, unsur jiwa mesti dominan atas unsur fisik.
Seiring dengan keterangan ini, pemaknaan fitrah dengan potensi apalagi potensi baik, lagi-lagi, kurang tepat. Fitrah berarti bersifat potensial, yaitu potensial untuk menjadi baik maupun menjadi tidak baik.



4. Hubungan manusia dengan agamanya
4.1 Pengertian agama
Agama menurut bahasa sangsakerta, agama berarti tidak kacau (a = tidak gama = kacau) dengan kata lain, agama merupakan tuntunan hidup yang dapat membebaskan manusia dari kekacauan. Didunia barat terdapat suatu istilah umum untuk pengertian agama ini, yaitu : religi, religie, religion[3], yang berarti melakukan suatu perbuatan dengan penuh penderitaan atau mati-matian, perbuatan ini berupa usaha atau sejenis peribadatan yang dilakukan berulang-ulang. Istilah lain bagi agama ini yang berasal dari bahasa arab, yaitu addiin yang berarti : hukum, perhitungan, kerajaan, kekuasaan, tuntutan, keputusan, dan pembalasan. Kesemuanya itu memberikan gambaran bahwa “addiin” merupakan pengabdian dan penyerahan, mutlak dari seorang hamba kepada Tuhan penciptanya dengan upacara dan tingkah laku tertentu, sebagai manifestasi ketaatan tersebut (Moh. Syafaat, 1965)[4].

            Agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sistem atau prinsip kepercayaan kepada Tuhan, atau juga disebut dengan nama Dewa atau nama lainnya dengan ajaran kebhaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan tersebut. Kata "agama" berasal dari bahasa Sansekertaāgama yang berarti "tradisi". Sedangkan kata lain untuk menyatakan konsep ini adalah religi yang berasal dari bahasa Latinreligio dan berakar pada kata kerjare-ligare yang berarti "mengikat kembali". Maksudnya dengan berreligi, seseorang mengikat dirinya kepada Tuhan.
Berdasarkan cara beragamanya :
1.                   Tradisional, yaitu cara beragama berdasar tradisi. Cara ini mengikuti cara beragamanya nenek moyang, leluhur atau orang-orang dari angkatan sebelumnya. Pada umumnya kuat dalam beragama, sulit menerima hal-hal keagamaan yang baru atau pembaharuan. Apalagi bertukar agama, bahkan tidak ada minat. Dengan demikian kurang dalam meningkatkan ilmu amal keagamaanya.
2.                   Formal, yaitu cara beragama berdasarkan formalitas yang berlaku di lingkungannya atau masyarakatnya. Cara ini biasanya mengikuti cara beragamanya orang yang berkedudukan tinggi atau punya pengaruh. Pada umumnya tidak kuat dalam beragama. Mudah mengubah cara beragamanya jika berpindah lingkungan atau masyarakat yang berbeda dengan cara beragamnya. Mudah bertukar agama jika memasuki lingkungan atau masyarakat yang lain agamanya. Mereka ada minat meningkatkan ilmu dan amal keagamaannya akan tetapi hanya mengenai hal-hal yang mudah dan nampak dalam lingkungan masyarakatnya.
3.                   Rasional, yaitu cara beragama berdasarkan penggunaan rasio sebisanya. Untuk itu mereka selalu berusaha memahami dan menghayati ajaran agamanya dengan pengetahuan, ilmu dan pengamalannya. Mereka bisa berasal dari orang yang beragama secara tradisional atau formal, bahkan orang tidak beragama sekalipun.
4.                   Metode Pendahulu, yaitu cara beragama berdasarkan penggunaan akal dan hati (perasaan) dibawah wahyu. Untuk itu mereka selalu berusaha memahami dan menghayati ajaran agamanya dengan ilmu, pengamalan dan penyebaran (dakwah). Mereka selalu mencari ilmu dulu kepada orang yang dianggap ahlinya dalam ilmu agama yang memegang teguh ajaran asli yang dibawa oleh utusan dari Sesembahannya semisal Nabi atau Rasul sebelum mereka mengamalkan, mendakwahkan dan bersabar (berpegang teguh) dengan itu semua.
2.      Konsepsi Agama
         Dalam Al-Qur’an Surat Al-Bakoroh 208, Allah berfirman : yang artinya:
Hai orang-orang yang beriman masuklah kamu kedalam islam secara utuh, keseluruhan (jangan sebagian-sebagaian) dan jangan kamu mengikuti langkah setan, sesunggungnya setan itu musuh yang nyata bagimu.[6]
         Kekaffahan beragama itu telah di contohkan oleh Rosulullah sebagai uswah hasanah bagi umat islam dalam berbagai aktifitas kehidupannya, dari mulai masalah-masalah sederhana (seperti adab masuk WC) samapi kepada masalah-masalah komplek (mengurus Negara). Beliu telah menampilkan wujud islam itu dalam sikap dan prilakunya dimanapun dan kapanpun beliu adalah orang yang paling utama dan sempurna dalam mengamalkan ibadah mahdlah (habluminallah) dan ghair mahdlah (hablumminanas)[7].
         Meskipun beliau sudah mendapat jaminan maghfiroh (ampunan dari dosa-dosa) dan masuk surga, tetapi justru beliau semakin meningkatkan amal ibadahnya yang wajib dan sunah seperti shalat tahajud, zdikir, dan beristigfar[8]. Begitupun dalam berinteraksi sosial dengan sesama manusia beliu menampilkan sosok pribadi yang sangat agung dan mulia.
         Kita sebagai umat islam belum semuanya beruswah kepada Rasulullah secara sungguh-sungguh, karena mungkin kekurang pahaman kita akan nilai-nilai islam atau karena sudah terkontaminasi oleh nilai, pendapat, atau idiologi lain yang bersebrangan dengan nilai-nilai islam itu sendiri yang di contohkan oleh Rasulullah SAW.
         Diantara umat islam masih banyak yang menampilkan sikap dan prilakunya yang tidak selaras, sesuai dengan nila-nilai islam sebagai agama yang dianutnya[9]. Dalam kehidupan sehari-hari sering ditemukan kejadian atau peristiwa baik yang kita lihat sendiri atau melalui media masa mengenai contoh-contoh ketidak konsistenan (tidak istikomah) orang islam dalam mempedomani islam sebagai agamanya.
4.2 manusia
manusia adalah makhluk yang berakal budi (mampu menguasai makhluk lain); insan; orang: sbg biasa, ia bisa juga khilaf; dan tugas manusia adalah beribadah serta menjadi pemimpin, hal ini tertera dengan pendekatan secara islami, karena berlandasakan aturan dah hukum yang telah ada dalam kitabnya yaitu Al-quran. Menurut para sufi, manusia adalah mahluk Allah yang paling sempurna di dunia ini. Hal ini, seperti yang dikatakan Ibnu'Arabi manusia bukan saja karena merupakan khalifah Allah di bumi yang dijadikan sesuai dengan citra-Nya, tetapi juga karena ia merupakan mazhaz (penampakan atau tempat kenyataan) asma dan sifat Allah yang paling lengkap dan menyeluruh.Allah menjadikan Adam (manusia) sesuai dengan citra-Nya. Setelah jasad Adam dijadikan dari alam jisim, kemudian Allah meniupkan ruh-Nya ke dalam jasad Adam. Allah berfirman:
“Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya dan Aku
tiupkan kepadanya ruh-Ku” (QS. 15: 29)
Jadi jasad manusia, menurut para sufi, hanyalah alat, perkakas atau kendaraan bagi rohani dalam melakukan aktivitasnya. Manusia pada hakekatnya bukanlah jasad lahir yang diciptakandari unsur-unsur materi, akan tetapi rohani yang berada dalamdirinya yang selalu mempergunakan tugasnya. Karena itu, pembahasan tentang jasad tidak banyak dilakukan para sufi dibandingkan pembahasan mereka tentang ruh (al-ruh), jiwa (al-nafs), akal (al-'aql) dan hati nurani atau jantung (al-qalb).
1.      RUH DAN JIWA (AL-RUH DAN AL-NAFS)
Banyak ulama yang menyamakan pengertian antara ruh dan jasad. Ruh berasal dari alam arwah dan memerintah dan menggunakan jasad sebagai alatnya. Sedangkan jasad berasal dari alam ciptaan, yang dijadikan dari unsur materi. Tetapi para ahli sufi membedakan ruh dan jiwa. Ruh berasal dari tabiat Ilahi
dan cenderung kembali ke asal semula. Ia selalu dinisbahkan kepada Allah dan tetap berada dalam keadaan suci. Karena ruh bersifat kerohanian dan selalu suci, maka setelah ditiup Allah dan berada dalam jasad, ia tetap suci. Ruh di dalam diri manusia berfungsi sebagai sumber moral yang baik dan mulia. Jika ruh merupakan sumber akhlak yang mulia dan terpuji, maka lain halnya dengan jiwa. Jiwa adalah sumber akhlak tercela, al-Farabi, Ibn Sina dan al-Ghazali membagi jiwa pada: jiwa nabati (tumbuh-tumbuhan), jiwa hewani (binatang) dan jiwa insani.
Jiwa nabati adalah kesempurnaan awal bagi benda alami yang organis dari segi makan, tumbuh dan melahirkan. Adapun jiwa hewani, disamping memiliki daya makan untuk tumbuh dan melahirkan, juga memiliki daya untuk mengetahui hal-hal yang kecil dan daya merasa, sedangkan jiwa insani mempunyai kelebihan dari segi daya berfikir (al-nafs-al-nathiqah).
Daya jiwa yang berfikir (al-nafs-al-nathiqah atau al-nafs-al-insaniyah). Inilah, menurut para filsuf dan sufi, yang merupakan hakekat atau pribadi manusia. Sehingga dengan hakekat, ia dapat mengetahui hal-hal yang umum dan yang khusus, Dzatnya dan Penciptaannya. Karena pada diri manusia tidak hanya memiliki jiwa insane (berpikir), tetapi juga jiwa nabati dan hewani, maka jiwa (nafs) manusia mejadi pusat tempat tertumpuknya sifat-sifat yang tercela pada manusia. Itulah sebabnya jiwa manusia mempunyai sifat yang beraneka sesuai dengan keadaannya. Apabila jiwa menyerah dan patuh pada kemauan syahwat dan memperturutkan ajakan syaithan, yang memang pada jiwa itu sendiri ada sifat kebinatangan, maka ia disebut jiwa yang menyuruh berbuat jahat. Firman Allah,
"Sesungguhnya jiwa yang demikian itu selalu menyuruh berbuat jahat." (QS. 12: 53)
Apabila jiwa selalu dapat menentang dan melawan sifat-sifat tercela, maka ia disebut jiwa pencela, sebab ia selalu mencela manusia yang melakukan keburukan dan yang teledor dan lalai berbakti kepada Allah. Hal ini ditegaskan oleh-Nya:
"Dan Aku bersumpah dengan jiwa yang selalu mencela." (QS. 75:2).

Tetapi apabila jiwa dapat terhindar dari semua sifat-sifat yang tercela, maka ia berubah jadi jiwa yang tenang (al-nafs al-muthmainnah). Dalam hal ini Allah menegaskan,
"Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan rasa puas lagi diridhoi, dan masuklah kepada hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam Surga-Ku." (QS. 89:27-30)
Jadi, jiwa mempunyai tiga buah sifat, yaitu jiwa yang telah menjadi tumpukan sifat-sifat yang tercela, jiwa yang telah melakukan perlawanan pada sifat-sifat tercela, dan jiwa yang telah mencapai tingkat kesucian, ketenangan dan ketentraman, yaitu jiwa muthmainnah. Dan jiwa muthmainnah inilah yang telah dijamin Allah langsung masuk surga. Jiwa muthmainnah adalah jiwa yang selalu berhubungan dengan ruh. Ruh bersifat Ketuhanan sebagai sumber moral mulia dan terpuji, dan ia hanya mempunyai satu sifat, yaitu suci. Sedangkan jiwa mempunyai beberapa sifat yang ambivalen. Allah sampaikan,
 "Demi jiwa serta kesempurnaannya, Allah mengilhamkan jiwa pada keburukan dan ketaqwaan." (QS.91:7-8).
Artinya, dalam jiwa terdapat potensi buruk dan baik, karena itu jiwa terletak pada perjuangan baik dan buruk.
2.      AKAL
Akal yang dalam bahasa Yunani disebut nous atau logos atau intelek (intellect) dalam bahasa Inggris adalah daya berpikir yang terdapat dalam otak, sedangkan "hati" adalah daya jiwa (nafs nathiqah). Daya jiwa berpikir yang ada pada otak di kepala disebut akal. Sedangkan yang ada pada hati (jantung) didada disebut rasa (dzauq). Karena itu ada dua sumber pengetahuan, yaitu pengetahuan akal (ma'rifat aqliyah) dan pengetahuan hati (ma'rifat qalbiyah). Kalau para filsuf mengunggulkan pengetahuan akal, para sufi lebih mengunggulkan pengetahuan hati (rasa).
Menurut para filsuf Islam, akal yang telah mencapai tingkatan tertinggi akal perolehan (akal mustafad) ia dapat mengetahui kebahagiaan dan berusaha memperolehnya. Akal yang demikian akan menjadikan jiwanya kekal dalam kebahagiaan (Jannah). Namun, jika akal yang telah mengenal kebahagiaan itu berpaling, berarti ia tidak berusaha memperolehnya. Jiwa yang demikian akan kekal dalam kesengsaraan (neraka). Adapun akal yang tidak sempurna dan tidak mengenal kebahagiaan, maka menurut al-Farabi, jiwa yang demikian akan hancur. Sedangkan menurut para filsuf tidak hancur. Karena kesempurnaan manusia menurut para filsuf terletak pada kesempurnaan pengetahuan akal dalam mengetahui dan memperoleh kebahagiaan yang tertinggi, yaitu ketika akan sampai ketingkat akal perolehan.
3.      HATI SUKMA (QALB)
Hati atau sukma terjemahan dari kata bahasa Arab qalb. Sebenarnya terjemahan yang tepat dari qalb adalah jantung, bukan hati atau sukma. Tetapi, dalam pembahasan ini kita memakai kata hati sebagaimana yang sudah biasa. Hati adalah segumpal daging yang berbentuk bulat panjang dan terletak didada sebelah kiri. Hati dalam pengertian ini bukanlah objek kajian kita di sini, karena hal itu termasuk bidang kedokteran yang cakupannya bisa lebih luas, misalnya hati binatang, bahkan bangkainya.
Adapun yang dimaksud hati di sini adalah hati dalam arti yang halus, hati-nurani daya pikir jiwa (daya nafs nathiqah) yang ada pada hati, di rongga dada. Dan daya berfikir itulah yang disebut dengan rasa (dzauq), yang memperoleh sumber pengetahuan hati (ma'rifat qalbiyah). Dalam kaitan ini Allah berfirman,
"Mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakan memahaminya." (QS. 7:1-79).
Dari uraian di atas, dapat kita ambil kesimpulan sementara, bahwa menurut para filsuf dan sufi Islam, hakekat manusia itu jiwa yang berfikir (nafs insaniyah), tetapi mereka berbeda pendapat pada cara mencapai kesempurnaan manusia. Bagi para filsuf, kesempurnaan manusia diperoleh melalui pengetahuan akal (ma'rifat aqliyah), sedangkan para sufi melalui pengetahuan hati (ma'rifat qalbiyah). Akal dan hati sama-sama merupakan daya berpikir.
Menurut sufi, hati yang bersifat nurani itulah sebagai wadah atau sumber ma'rifat suatu alat untuk mengetahui hal-hal yang Ilahi. Hal ini hanya dimungkinkan jika hati telah bersih dari pencemaran hawa nafsu dengan menempuh fase-fase moral dengan latihan jiwa, serta menggantikan moral yang tercela dengan moral yang terpuji, lewat hidup zuhud yang penuh taqwa, wara' serta dzikir yang kontinyu, ilmu ladunni (ilmu Allah) yang memancarkan sinarnya dalam hati, sehingga ia dapat menjadi Sumber atau wadah ma'rifat, dan akan mencapai pengenalan Allah Dengan demikian, poros jalan sufi ialah moralitas.
Latihan-latihan ruhaniah yang sesuai dengan tabiat terpuji adalah sebagai kesehatan hati dan hal ini yang lebih berarti ketimbang kesehatan jasmani sebab penyakit anggota tubuh luar hanya akan membuat hilangnya kehidupan di dunia ini saja, sementara penyakit hati nurani akan membuat hilangnya kehidupan yang abadi. Hati nurani ini tidak terlepas dari penyakit, yang kalau dibiarkan justru akan membuatnya berkembang banyak dan akan berubah menjadi hati dhulmani hati yang kotor.
Kesempurnaan hakikat manusia (nafs insaniyah) ditentukan oleh hasil perjuangan antara hati nurani dan hati dhulmani. Inilah yang dimaksud dengan firman Allah yang artinya,
 "Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang mensucikan jiwanya, dan rugilah orang yang mengotorinya." (QS. 91:8-9).
Hati nurani bagaikan cermin, sementara pengetahuan adalah pantulan gambar realitas yang terdapat di dalamnya. Jika cermin hati nurani tidak bening, hawa nafsunya yang tumbuh. Sementara ketaatan kepada Allah serta keterpalingan dari tuntutan hawa nafsu itulah yang justru membuat hati-nurani bersih dan cemerlang serta mendapatkan limpahan cahaya dari Allah Swt. Bagi para sufi, kata al-Ghazali, Allah melimpahkan cahaya pada dada seseorang, tidaklah karena mempelajarinya, mengkajinya, ataupun menulis buku, tetapi dengan bersikap asketis terhadap dunia, menghindarkan diri dari hal-hal yang berkaitan dengannya, membebaskan hati nurani dari berbagai pesonanya, dan menerima Allah segenap hati. Dan barangsiapa memiliki Allah niscaya Allah adalah miliknya. Setiap hikmah muncul dari hati nurani, dengan keteguhan beribadat, tanpa belajar, tetapi lewat pancaran cahaya dari ilham Ilahi. Hati atau sukma dhulmani selalu mempunyai keterkaitan dengan nafs atau jiwa nabati dan hewani. Itulah sebabnya ia selalu menggoda manusia untuk mengikuti hawa nafsunya. Kesempurnaan manusia (nafs nathiqah), tergantung pada kemampuan hati-nurani dalam pengendalian dan pengontrolan hati dhulmani.
Tujuan penciptaan manusia adalah untuk beribadah kepada Allah sebagai pencipta alam semesta. Allah sendiri yang mencipta dan memerintahkan ciptaan-Nya untuk beribadah kepada-Nya, juga menurunkan panduan agar dapat beribadah dengan benar. Panduan tersebut diturunkan Allah melalui nabi-nabi dan rasul-rasul-Nya, dari Adam AS hingga Muhammad SAW. Nabi-nabi dan rasul-rasul tersebut hanya menerima Allah sebagai Tuhan mereka dan Islam sebagai panduan kehidupan mereka. Beribadah diartikan secara luas meliputi seluruh hal dalam kehidupan yang ditujukan hanya kepada Allah. Kita meyakini bahwa hanya Islamlah panduan bagi manusia menuju kebahagiaan dunia dan akherat. Islam telah mengatur berbagai perihal dalam kehidupan manusia. Islam merupakan sistem hidup, bukan sekedar agama yang mengatur ibadah ritual belaka.
Sayangnya, pada saat ini, kebanyakan kaum muslim tidak memahami hal ini. Mereka memahami ajaran Islam sebagaimana para penganut agama lain memahami ajaran agama mereka masing-masing, yakni bahwa ajaran agama hanya berlaku di tempat-tempat ibadah dan dilaksanakan secara ritual, tanpa ada aplikasi dalam kehidupan sehari-hari. Hal tersebut biasanya disebabkan karena dua hal: Pertama, terjadinya gerakan pembaruan di Eropa yang fikenal sebagai Renaissance dan Humanisme, sebagai reaksi masyarakat yang dikekang oleh kaum gereja pada masa abad pertengahan atau Dark Ages, kaum gereja mendirikan mahkamah inkuisisi yang digunakan untuk menghabisi para ilmuwan, cendikiawan, serta pembaharu. Setelah itu, pada masa Renaissance, masyarakat menilai bahwa Tuhan hanya berkuasa di gereja , sedangkan di luar itu masyarakat dan rajalah yang berkuasa. Paham dikotomis ini kemudian dibawa ke Asia melalui penjajahan yang dilakukan oleh bangsa-bangsa Eropa; Kedua, masih adanya ulama-ulama yang jumud, kaku dalam menerapkan syariat-syariat Islam, tidak dapat atau tidak mau mengikuti perkembangan jaman. Padahal selama tidak melanggar Al-Qur’an dan Hadits, ajaran-ajaran Islam adalah luwes dan dapat selalu mengikuti perkembangan zaman. Akibat kejumudan tersebut, banyak kalangan masyrakat yang merasa takut atau kesulitan dalam menerapkan syariat-syariat Islam dan menilainya tidak aplikatif. Ini membuat masyarakat semakin jauh dari syariat Islam.
Paham dikotomis melalui sekularisme tersebut antara lain dipengaruhi terutama oleh pemikiran August Comte melalui bukunya Course de la Philosophie Positive (1842) mengemukakan bahwa sepanjang sejarah pemikiran manusia berkembang melalui tiga tahap: (1) tahap teologik, (2) tahap metafisik, dan (3) tahap positif; pemikiran tersebut melahirkan filsafat positivisme yang mempengaruhi ilmu pengetahuan sosial dan humaniora, melalui sekularisme. Namun teori tersebut tidaklah benar, sebab perkembangan pemikiran manusia tidaklah demikian, seperti pada zaman modern ini (tahap ketiga), manusia masih tetap percaya pada Tuhan dan metafisika, bahkan kembali kepada spiritualisme.
Sejarah umat manusia di barat menunjukkan bahwa dengan mengenyampingkan agama dan mengutamakan ilmu dan akal manusia semata-mata telah membawa krisis dan malapetaka. Atas pengalamannya tersebut, kini perhatian manusia kembali kepada agama, karena: (1) Ilmuwan yang selama ini meninggalkan agama, kembali pada agama sebagai pegangan hidup yang sesungguhnya, dan (2) harapan manusia pada otak manusia untuk memecahkan segala masalah di masa lalu tidak terwujud.
Kemajuan ilmu pengetahuan telah membawa manusia pada tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi, namun dampak negatifnya juga cukup besar berpengaruh pada kehidupan manusia secara keseluruhan. Sehingga untuk dapat mengendalikan hal tersebut diperlukan agama, untuk diarahkan untuk keselamatan dan kebahagiaan umat manusia.
²Era gelobalisasi, dewasa ini dan dimasa datang, sedang dan terus memengarui perkembangan social budayamasyarakat mslim Indonesia umumnya. Argument panjang lebar tidak perlu dikemukakan lagi, bahwa masyarakat muslim tidak dapat mengindari diri dari proses globalisasi tersebut, apabila jika ingin survive dan Berjaya ditengah perkembangan dunia yang kian kompetitif dimasa kini dan abad ke-21.
 Gelobalisasi sebenarnya bukanlah fenomena baru sama sekali agi masyarakat muslim Indonesia. Pembentukan dan perkembangan masyarakat muslim Indonesia bahkan bebarengan dengan datangnya berbagai globalisasi secara knstan dari waktu kewaktu. Yang biasanya sumber-sumber globalisasi itu adalah budaya timur tengah. Oleh karena itu globalisasi ini bersifat religio intelektual, meski dalam kurun-kurun waktu ini juga diwarnai dengan semangat religio-politik.
Tetapi, globalisasi yang berlangsung sekarang dan yang melada masyarakat muslim Indonesia sekarang menampilkan sumber yang berbeda yaitu dari budaya Barat. Dominasi budaya barat sangat berkembang pesat dalam dunia perkembangan, pembangunan dan sumberdaya manusia masyarakat muslim di Indonesia.
Tetapi gelombang globalisasi dimasa ini dan dimasa yang akan datang tidak hanya menampilkan tantangan. Melaikan memberikan peluang penting bagi masyarakat Indonesia. Misalnya dalam bidang ekonomi dan pembangunan, secara seknifikan dalam kehidupan social ekonomi bangsa Indonesia, yang pada giliranya mendorong intensitar tertentu dalam kehidupan keberagaman.
Namun, meskipun demikian bangsa Indonesia harus berhati-hati dengan budaya barat. Karena kehadiran budaya barat selain memberikan keuntungan yang begitu besar, budaya barat sangat merugikan bagi bangsa Indonesia. Hal ini dikarenakan bangsa Indonesia pada umunya yanitu bangsa yang memliki sifat agamis.
Meski sifat agamins bangsa Indonesia dalam tingkat yang lebih besar tidak mengalami pengikisan karena “sekularasi” dalam dalam proses transformasi social budaya yan berlangsung selama ini melalui pembangunan. Hal ini juga dikarenakan oleh peningkatan antusiasme keberagaman pendidikan islam. Seperti bnyaknya pesantren yang ada di setiap daerah Indonesia.
²Pesantren memiliki rugas pokok yang paling penting yaitu mewujutkan manusia dan masyarakat muslim Indonesia yang beriman dan bertaqwa kepada ALLAH SWT. Dalam dewasa ini tugas dar pesantren bukanlah hanya itu melaikan dapat melakukan produksi ulama’. Karena di zaman sekarang bangsa Indonesia sudah sangat kurang ulama’nya”.
Meski perkembangan fisik bangunan pesantren juga mengalami kemajuan yang sangat pesat. Seperti pesantren yang ada di wilayah-wilayah urban maupun dipedesaan, mempunai gedung atau banguna yang pemanen, dan lebih penting lagi sehat kondusif sebagai tempat berlangsungnya pendidikan yang baik. Namun dalam pemikiran orang tua dimasa sekarang sangat lah menyimpang dengan keadaan yang ada. Mereka berfikirkan bahwasannya pesantren suatu lembaga yag kurang baik, baik dari seg fisik maupun non fisik.
Persoalanya kemudian, sejauh manakan kita dapat secara jernih dan jujur dapat memahami bahwasanya pesantren merupakan lembaga pendidikan yang memiliki multiguna. Selain sebagai pendidikan agama (pendidikan yang bertujuan kita hidup nanti diakhirat) dan pendidikan umum (pendidikan yang bertujuan dengan hidup kita didunia). Berbeda dengan lembaga pendidikan yang lain. Yang mengajarkan tentang pendidikan yang ada di dunia saja. Bahkan sudah jelas bahwasanya kita hidup ini bukan hanya didunia saja melaikan di akhirat nanti yang akan abadi.







BAB III
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
Dari makalah yang telah kami susun dapat disimpulkan menjadi 3 bagian, diantaranya:
a.       Allah menciptakan manusia dari tanah, lalu ditiupkan ruhnya, lalu ditunjuk Allah sebagai khalifah fil ardhi. Dengan kedudukan sebagai khalifah inilah manusia diminta laporan pertanggungjawabannya oleh Allah dalam mengatur dan memeliharaalam semesta. Dalam mengatur alam ini untuk kesejahteraan hidupnya, manusia diberi akal oleh Allah. Keseluruhan hidup manusia ditujukan semata-mata untuk menyembah Allah.
b.      Dalam islam,alam semesta harus diyakini sebagai ciptaan Allah. Alam semesta beserta segala sesuatu yang hendak diciptakan Allah. Tercipta sekedar dengan firman-Nya : “Jadilah!” oleh karena itu Allah adalah pemilik mutlak dari alam semesta dan penguasa alam semesta yang tidak dapat disangkal di samping pemeliharaanya yang maha pengasih.
c.       Agama mengandung arti ikatan-ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi manusia. Ikatan ini berasal dari kekuatan yang lebih tinggi dari manusia dan mempunyai pengaru besar terhadap kehidupan manusia sehari-hari.
Dari ketiga bagian tersebut dapat disimpulkan bahwa agama sangat diperlukan oleh manusia sebagai pegangan hidup sehingga ilmu dapat menjadi lebih bermakna, yang dalam hal ini adalah Islam. Agama Islam adalah agama yang selalu mendorong manusia untuk mempergunakan akalnya memahami ayat-ayat kauniyah (Sunnatullah) yang terbentang di alam semesta dan ayat-ayat qur’aniyah yang terdapat dalam Al-Qur’an, menyeimbangkan antara dunia dan akherat. Dengan ilmu kehidupan manusia akan bermutu, dengan agama kehidupan manusia akan lebih bermakna, dengan ilmu dan agama kehidupan manusia akan sempurna dan bahagia.
5.2 Saran
Untuk  mencapai kesempurnaan makalah ini , kami mengharap saran-saran yang membangun.
 DAFTAR PUSTAKA
Kaelany,2000. Islam dan Aspek-aspek Kemasyarakatan , Jakarta: PT Bumi Aksara.
Aminuddin dkk, 2002. Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi Umum , Jakarta:Ghalia Indonesia.
Azra, Azyumardi, 2012. Pendidikan islam tradisi dan moderenisasi ditengah tantangan millennium III. Jakarta : kencana prenada media group.








² Aminuddin dkk, Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi Umum (Jakarta:Ghalia Indonesia,2002) h.18
² Drs. Kaelany HD, M.A , Islam dan Aspek-aspek Kemasyarakatan (Jakarta: PT Bumi Aksara,2000) h.6






² Prof. azyumardi Azra, M.A, M.Phil., Ph.D , pendidikan islam tradisi dan modernisasi ditengah tantangan milineum III (Jakarta:kencana prenada media goup, 2012). Halaman 41
² Prof. azyumardi Azra, M.A, M.Phil., Ph.D , pendidikan islam tradisi dan modernisasi ditengah tantangan milineum III (Jakarta:kencana prenada media goup, 2012). Halaman 47

Tidak ada komentar:

Posting Komentar