Minggu, 16 Juni 2013

perkembangan kurikulum IPS



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan mata pelajaran yang bersumber dari kehidupan sosial masyarakat yang diseleksi menggunakan konsep-konsep ilmu sosial yang digunakan untuk kepentingan pembelajaran. Keadaan sosial masyarakat selalu mengalami perubahan dari waktu ke waktu, dinamisasi kemajuan diberbagai bidang kehidupan harus dapat ditangkap dan diperhatikan oleh lembaga pendidikan yang kemudian menjadi bahan materi pembelajaran, sehingga bahan pelajaran secara formal dapat dituangkan dalam bentuk kurikulum.
Kurikulum IPS yang dikembangkan hendaknya memiliki landasan filosofis yang jelas, landasan filosofis yang digunakan haruslah  melihat kondisi nyata yang terjadi di masyarakat. Kondisi masyarakat yang terjadi saat ini adalah  masyarakat yang senantiasa mengalami perubahan-perubahan yang disebabkan adanya interaksi sosial baik antar individu nmaupum kelompok. Dalam mencermati perubahan tersebut, maka kurikulum harus memiliki landasan filosofis humanistik, dimana Ilmu Pengetahuan Sosial  menjunjung tinggi sifat-sifat dasar kemanusiaan.
Perkembangan istilah atau nama Social Studies pertama kali dimasukan secara resmi  kedalam  kurikulum sekolah  Rugby di Inggris  pada tahun 1827, Dr. Thomas Arnold  direktur  sekolah  tersebut  adalah  orang  pertama yang  berjasa  memasukan Social Studieskedalam kurikulum sekolah. Latar belakang dimasukannya social
Para pakar kemasyarakatan dan pendidikan mencari pola baru untuk menjadikan sistem pendidikan yang menghormati keberadaan multi-etnis di Amerika Serikat, salah satu cara yang ditempuh adalah memasukan social studies  kedalam kurikulum sekolah di Negara bagian Wisconsin pada tahun 1892. Pada awal abad ke–20 sebuah Komite Nasional dari The National Education Association memberikan rekomendasi tentang perlunya social studies dimasukan ke dalam kurikulum sekolah dasar dan sekolah menengah di Amerika Serikat, adapun komponen formula awal social studies ketika awal kelahirannya di Amerika Serikat terdiri dari mata pelajaransejarah, geografi dan civics (kewarganegaraan). 
Social studies dalam istilah Indonesia disebut Pendidikan IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial), dalam proses eksistensinya terdapat dalam “The National Herbart Society papers of 1896 – 1897” menegaskan, bahwa social studies sebagai delimiting the social sciences for pedagogical use (upaya membatasi ilmu-ilmu sosial untuk kepentingan pedagogik / mendidik). Dengan hadirnya social studies  masuk pada kurikulum di sekolah, ada juga di beberapa negara bagian di Amerika Serikat dan di Inggris untuk mengembangkan program pendidikan ilmu-ilmu sosial di tingkat sekolah. Pengertian ini juga dipakai sebagai dasar dalam dokumen “Statement of the Chairman of Commite on Social Studies” yang dikeluarkan oleh Comittee on Social Studies (CSS) tahun 1913.
Dalam dokumen tersebut dinyatakan bahwa social studies sebagai specific field to utilization  of social sciences data as a force in the improvement of human welfare (bidang khusus dalam pemanfaatan data ilmu-ilmu sosial sebagai tenaga dalam memperbaiki kesejahteraan umat manusia). Upaya untuk melestarikan program social studies dalam kurikulum sekolah, maka beberapa pakar yang memiliki kepedulian terhadap pendidikan ilmu-ilmu sosial di tingkat sekolah mengembangkan social studies bisa diaplikasikan di tingkat sekolah dengan membentuk organisasi profesi social studies, akhirnya pada tahun 1921 berdirilah “National Council for the Social Studies “ atau disingkat ( NCSS ),  sebuah organisasi professional yang secara khusus membina dan mengembangkan social  studies pada tingkat pendidikan dasar dan menengah, serta kaitannya dengan  disiplin ilmu – ilmu  sosial  dan disiplin ilmu pendidikan sebagai program pendidikan syntectic(http ://haslindafadillah,blogspot.com/2010/11/makalah-pendidikan-ips.html (27 Sept 2011) diakses jam 20.44.wita.)
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka  diuraikan rumusan masalah sebagai berikut :
1.       
2.      Bagaimana perkembangan Pendidikan IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial) dalam kurikulum pendidikan  di Indonesia?
3.      Landasan filosofis apa saja yang dipakai di Indonesia sebagai konsep dasar pendidikan IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial) dapat dijadikan konsep  kurikulum di tingkat jenjang persekolahan di Indonesia ?
4.      Bagaimana upaya pembaharuan pendidikan IPS di Indonesia?
C.  Tujuan Penulisan Makalah
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut.
1.  Untuk mengetahui perkembangan pendidikan IPS dalam kurikulum pendidikan di Indonesia
2.   Untuk mengetahui landasan filosofis yang dipakai di Indonesia sebagai dasar konsep pendidikan IPS.
3.   Untuk mengetahui upaya pembaharuan pendidikan IPS di Indonesia



BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN  PENDIDIKAN IPS
IPS merupakan suatu program pendidikan dan bukan sub-disiplin ilmu tersendiri, sehingga tidak akan ditemukan baik dalam nomenklatur filsafat ilmu, disiplin ilmu-ilmu sosial (social science), maupun ilmu pendidikan (Sumantri. 2001:89). Social Scence Education Council (SSEC) dan National Council for Social Studies (NCSS), menyebut IPS sebagai “Social Science Education” dan “Social Studies”. Dengan kata lain, IPS mengikuti cara pandang yang bersifat terpadu dari sejumlah mata pelajaran seperti: geografi, ekonomi, ilmu politik, ilmu hukum, sejarah, antropologi, psikologi, sosiologi, dan sebagainya.
Dalam bidang pengetahuan sosial, ada banyak istilah. Istilah tersebut meliputi : Ilmu Sosial (Social Sciences), Studi Sosial (Social Studies) dan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS).
1.    Ilmu Sosial (Social Science)
Achmad Sanusi memberikan batasan tentang Ilmu Sosial (Saidihardjo,1996.h.2) adalah sebagai berikut: “Ilmu Sosial terdiri disiplin-disiplin ilmu pengetahuan sosial yang bertarap akademis dan biasanya dipelajari pada tingkat perguruan tinggi, makin lanjut makin ilmiah”.
Menurut Gross (Kosasih Djahiri,1981.h.1), Ilmu Sosial merupakan disiplin intelektual yang mempelajari manusia sebagai makluk sosial secara ilmiah, memusatkan pada manusia sebagai anggota masyarakat dan pada kelompok atau masyarakat yang ia bentuk.
Nursid Sumaatmadja, menyatakan bahwa Ilmu Sosial adalah cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku manusia baik secara perorangan maupun tingkah laku kelompok. Oleh karena itu Ilmu Sosial adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dan mempelajari manusia sebagai anggota masyarakat. 
2.   Studi Sosial (Social Studies).
Perbeda dengan Ilmu Sosial, Studi Sosial bukan merupakan suatu bidang keilmuan atau disiplin akademis, melainkan lebih merupakan suatu bidang pengkajian tentang gejala dan masalah social. Tentang Studi Sosial ini, Achmad Sanusi (1971:18) memberi penjelasan sebagai berikut : Sudi Sosial tidak selalu bertaraf akademis-universitas, bahkan merupakan bahan-bahan pelajaran bagi siswa sejak pendidikan dasar.
3.   Pengetahuan Sosial (IPS)
Harus diakui bahwa ide IPS berasal dari literatur pendidikan Amerika Serikat. Nama asli IPS di Amerika Serikat adalah “Social Studies”. Istilah tersebut pertama kali dipergunakan sebagai nama sebuah komite yaitu “Committee of Social Studies” yang didirikan pada tahun 1913. Tujuan dari pendirian lembaga itu adalah sebagai wadah himpunan tenaga ahli yang berminat pada kurikulum Ilmu-ilmu Sosial di tingkat sekolah dan ahli-ahli Ilmu-ilmu Sosial yang mempunyai minat sama.
Definisi IPS menurut National Council for Social Studies (NCSS), mendifisikan IPS sebagai berikut: social studies is the integrated study of the science and humanities to promote civic competence. Whitin the school program, socisl studies provides coordinated, systematic study drawing upon such disciplines as anthropology, economics, geography, history, law, philosophy, political science, psychology, religion, and sociology, as well as appropriate content from the humanities, mathematics, and natural sciences. The primary purpose of social studies is to help young people develop the ability to make informed and reasoned decisions for the public good as citizen of a culturally diverse, democratic society in an interdependent world.
Pada dasarnya Mulyono Tj. (1980:8) memberi batasan IPS adalah merupakan suatu pendekatan interdsipliner (Inter-disciplinary Approach) dari pelajaran Ilmu-ilmu Sosial. IPS merupakan integrasi dari berbagai cabang Ilmu-ilmu Sosial, seperti sosiologi, antropologi budaya, psikologi sosial, sejarah, geografi, ekonomi, ilmu politik, dan sebagainya. Hal ini lebih ditegaskan lagi oleh Saidiharjo (1996:4) bahwa IPS merupakan hasil kombinasi atau hasil pemfusian atau perpaduan dari sejumlah mata pelajaran seperti: geografi, ekonomi, sejarah, sosiologi, antropologi, politik.
B.  Sejarah Perkembangan Kurikulum Pendidikan IPS di Indonesia
Latar belakang dimasukkannya bidang studi IPS ke dalam kurikulum sekolah di Indonesia sangat berbeda dengan di Inggris dan Amerika Serikat. Pertumbuhan IPS di Indonesia tidak terlepas dari situasi kacau, termasuk dalam bidang pendidikan, sebagai akibat pemberontakan G30S/PKI, yang akhirnya dapat ditumpas oleh Pemerintahan Orde Baru. Setelah keadaan tenang pemerintah melancarkan Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita). Pada masa Repelita I (1969-1974) Tim Peneliti Nasional di bidang pendidikan menemukan lima masalah nasional dalam bidang pendidikan. Kelima masalah tersebut antara lain:
1.  Kuantitas, berkenaan dengan perluasan dan pemerataan kesempatan belajar.
2.  Kualitas, menyangkut peningkatan mutu lulusan
3.  Relevansi, berkaitan dengan kesesuaian sistem pendidikan dengan kebutuhan pembangunan.
4.  Efektifitas sistem pendidikan dan efisiensi penggunaan sumber daya dan dana.
5.  Pembinaan generasi muda dalam rangka menyiapkan tenaga produktif bagi kepentingan pembangunan nasional.
Pada tahun 2004, pemerintah melakukan perubahan kurikulum kembali yangn dikenal dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Dalam kurikulum SD, IPS berganti nama menjadi Pengetahuan Sosial. Pengembangan kurikulum Pengetahuan Sosial merespon secara positif berbagai perkembangan informasi, ilmu pengetahuan, dan teknologi. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan relevansi program pembelajaran Pengetahuan Sosial dengan keadaan dan kebutuhan setempat.
1.  Rasional Mempelajari IPS.
Rasionalisasi mempelajari IPS untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah adalah agar siswa dapat:
a.  Mensistematisasikan bahan, informasi, dan atau kemampuan yang telah dimiliki tentang manusia dan lingkungannya menjadi lebih bermakna.
b.  Lebih peka dan tanggap terhadap berbagai masalah sosial secara rasional dan bertanggung jawab.
c.  Mempertinggi rasa toleransi dan persaudaraan di lingkungan sendiri dan antar manusia.
IPS atau disebut Pengetahuan Sosial pada kurikulum 2004, merupakan satu mata pelajaran yang diberikan sejak SD dan MI sampai SMP dan MTs. Untuk jenjang SD dan MI Pengetahuan Sosial memuat materi Pengetahuan Sosial dan Kewarganegaraan.
Pada haikatnya, pengetahuan Sosial sebabagi suatu mata pelajaran yang menjadi wahana dan alat untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan, antara lain:
1.   Siapa diri saya?
2.   Pada masyarakat apa saya berada?
3.   Persyaratan-persyaratan apa yang diperlukan diri saya untuk menjadi anggota suatu kelompok masyarakat dan bangsa?
4.   Apa artinya menjadi anggota masyarakat bangsa dan dunia?
5.   Bagaimanakah kehidupan manusia dan masyarakat berubah dari waktu ke waktu?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut harus dijawab oleh setiap siswa, dan jawabannya telah dirancang dalam Pengetahuan sosial secara sistematis dan komprehensip. Dengan demikian, Pengetahuan Sosial diperlukan bagi keberhasilan siswa dalam kehidupan di masyarakat dan proses menuju kedewasaan.
      2.  Kompetensi yang harus dimiliki siswa dari IPS
a.   Memperoleh suatu pemahaman dan apresiasi dasar tentang Tradisi dan nilai Amerika berdasarkan pada pengetahuan sejarah dan pengembangan dan berfungsinya sistem pemerintah konstitusional Amerika
b.   Mengembangkan keterampilan berpikir kritis yang  memungkinkan mereka melaksanakan fungsi pembelajaran sepanjang hayat dan menguji serta mengevaluasi isu penting untuk seluruh Amerika.
c.   Memperoleh literacy dasar di dalam disiplin inti   social studies dan memiliki pemahaman yang dasar yang diperlukan untuk menerapkan pengetahuan ini untuk hidup mereka sebagai warga negara.
d.   Memahami sejarah dunia sebagai konteks untuk sejarah amerika serikat dan sebagai record/ catatan kultur dan peradaban yang besar masa lalu dan sekarang
e.    Berpartisipasi dalam aktivitas yang meningkatkan kebaikan umum dan meningkatkan kesejahteraan umum
C.  LANDASAN FILOSOFIS PENDIDIKAN IPS DALAM KURIKULUM
PENDIDIKAN DI INDONESIA
Bangsa Indonesia  dilihat dari latar belakang etnik atau kesukuan merupakan sebaran suku-suku bangsa yang mendiami wilayah Indonesia dengan disatukan sebagai bangsa yang mempunyai latar belakang keaneka ragaman bahasa daerah, budaya dan kearifan lokal yang dimiliki masing-masing etnik. Secara keseluruhan bangsa Indonesia saat ini dikenal sebagai bangsa yang majemuk atau heterogenitas multi etnik yang merupakan bagaian dari masyarakat yang pluralistik.
Dengan kemajemukan masyarakat tersebut pendidikan dan pengajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) memiliki peran yang strategis baik ditinjau dari segi akademik maupun kepentingan kehidupan berbangsa dan bernegara. Dilihat dari sisi akademik pendidikan dan pengajaran IPS dapat membekali anak didik atau siswa pada pemahaman konsep-konsep dasar ilmu –ilmu sosial sebagai basis dari pendidikan dan pengajaran IPS di jenjang lembaga pendidikan atau persekolahan.
Pendidikan dan pengajaran IPS di Indonesia sudah mendapatkan landasan hukum yang kuat sebagaimana tertuang pada Bab III Pasal 2  UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Republik Indonesia yang menegaskan bahwa : ” Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermanfaat dalam rangka mencerdasakan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab”.
Dengan dasar tersebut diatas pada kurikulum pendidikan dan pengajaran dibawah naungan Pendidikan Nasional terdapat kebijakan kurikulum mata pelajaran IPS , misalnya Permendiknas Nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi satuan Pendidikan dasar dan Menengah, sedangkan untuk lembaga pendidikan tinggi melalui surat Dirjen Dikti Nomor 30/DIKTI/KEP/2003, telah ditetapkan rambu-rambu pelaksanaan kelompok mata kuliah berkehidupan bermasyarakat di Pergurtuan Tinggi.
Untuk Pendidikan dan Pengajaran IPS pada satuan Pendidikan Dasar (SD/MI dan SMP/Mts) diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, termasuk didalamnya kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian, pengajaran pada satuan pendidikan IPS diberikan secara terpadu. Pada tingkat SMA/MA pelajaran IPS bermuatan akademis dan masuk pada kelompok mata pelajaran Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
  1. Kajian Teoritis Landasan Filosofis Kurikulum Pendidikan IPS
Pengembangan suatu kurikulum haruslah memiliki landasan filosofis, dimaksudkan agar memiliki arah dan tujuan yang jelas dalam implimentasinya. Filsafat pendidikan mengandung suatu nilai-nilai atau cita-cita masyarakat, berdasarkan cita-cita tersebut terdapat sebuah landasan, yang tidak lain mau dibawa kemana arah pendidikan anak didik tersebut. Dengan kata lain filsafat pendidikan merupakan pandangan hidup masyarakat.
Filsafat pendidikan menjadi landasan untuk merancang tujuan pendidikan, prinsif – prinsif  pembelajaran, serta perangkat pengalaman belajar yang bersifat mendidik. Filsafat pendidikan dipengaruhi oleh dua hal pokok (1) Cita-cita masyarakat dan (2) kebutuhan peserta didik yang hidup dalam masyarakat. Nilai-nilai filsafat Pendidikan harus dilaksanakan dalam prilaku kehidupan sehari-hari. Dari sekian banyak alternatif landasan utama dalam mengembangkan kurikulum pendidikan salah satunya adalah Landasan Filosofis.
Secara teoritis terdapat beberapa pandangan filosofis kurikulum, Landasan Filosofis sebagaimana dipaparkan dalam “Naskah Akademik Kajian Kebijakan Kurikulum  Mata Pelajaran IPS” Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum 2007, Depdiknas RI dirincikan sebagai berikut :
a.   Esensialisme
Esensialisme; adalah aliran yang menggariskan  bahwa kurikulum harus menekankan pada penguasaan ilmu. Aliran ini berpandangan bahwa, pendidikan pada dasarnya adalah pendidikan keilmuan. Kurikulum yang dikembangkan dalam aliran esensialisme adalah kurikulum disiplin ilmu. Tujuan dari aliran esensialisme adalah menciptakanintelektualisme. Proses belajar-mengajar yang dikembangkan adalah siswa harus memiliki kemampuan penguasaan disiplin ilmu. Penerapan pembelajaran ini lebih banyak berperan pada guru jika dibandingkan dari siswa.
Sekolah yang baik dalam pandangan filsafat esensialisme adalah sekolah yang mampu mengembangkan intelektualisme siswa. Implementasi mata pelajaran IPS menurut aliran esensialisme akan lebih menekankan IPS pada aspek kognitif (pengetahuan) jika dibandingkan dengan aspek afektif (sikap). Siswa belajar IPS akan lebih berorientasi pada pemahaman konsep-konsep IPS daripada penerapan materi yang ada pada IPS bagi kehidupan sehari-hari.
b.   Perenialsme
Perenialsme; adalah aliran yang memandang , bahwa sasaran yang harus dicapai oleh pendidikan adalah kepemilikan atas prinsip-prinsip tentang kenyataan, kebenaran dan nilai yang abadi, serta tidak terkait oleh ruang dan waktu. Dalam pandangan aliran Perenialisme kurikulum akan menjadi sangat ideologis karena dengan pandangan-pandangan ini menjadikan siswa atau peserta didik sebagai warga Negara yang memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diinginkan oleh Negara. Pandangan perenialisme lebih menekankan pada Transfer Budaya (transfer of culture), seperti dalam Implementasinya pada  kurikulum IPS yang bertujuan pada pengembangan dan pembangunan jati diri bangsa peserta didik dalam rangka menuju tercapainya  integrasi bangsa. Aliran ini juga dikenal menekankan pada kebenaran yang absolut, kebenaran universal yang tidak terikat pada ruang dan waktu, aliran ini lebih berorientasi ke masa lalu.
c.   Progresivisme
Progresivisme; adalah aliran ini memandang bahwa sekolah memiliki tujuan yakni kecerdasan yang praktis dan membuat siswa lebih efektif dalam memecahkan berbagai masalah yang disajikan oleh guru atau pendidik. Masalah tersebut biasanya ditemukan berdasarkan pengalaman siswa. Pembelajaran yang harus dikembangkan oleh aliran Progresivisme adalah memperhatikan kebutuhan individual yang dipengaruhi oleh latar belakang sosial-budaya dan mendorong untuk berpartisipasi aktif sebagai warga Negara dewasa, terlibat dalam pengambilan keputusan, dan memiliki kemampuan dalam memecahkan masalah pada kehidupan sehari-hari. Implementasi IPS dalam pandangan aliran filsafat Progresivisme adalah bagaimana mata pelajaran IPS mampu membekali  kepada siswa agar dapat memecahkan permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-harinya, misalnya kemiskinan, pengangguran, kebodohan, ketertinggalan, kenakalan remaja atau narkoba dan lainnya.
d.   Rekonstruksionisme
Rekonstruksionisme; adalah aliran ini berpendapat  bahwa sekolah harus diarahkan kepada pencapaian tatanan demokrasi yang mendunia. Aliran filsafat ini menghendaki agar setiap individu dan kelompok tanpa mengabaikan nilai-nilai masa lalu, mampu mengembangkan pengetahuan, teori, atau pandangan tertentu yang paling relevan dengan kepentingan mereka melalui pemberdayaan peserta didik dalam proses pembelajaran guna memproduksipengetahuan baru. Dalam pandangan aliran filsafat ini lebih menekankan agar siswa dalam pembelajaran mampu menemukan (inquiri), penemuan yang bersifat informasi baru bagi siswa berdasarkan bacaan yang ia lakukan. Pembelajaran lebih ditekankan pada proses bukan hasilnya. Aktivitas siswa menjadi perioritas utama dalam berlangsungnya pembelajaran.
Dalam implementasi pembelajaran IPS , misalnya siswa mempelajari fakta-fakta disekelilingnya, berdasarkan fakta tersebut siswa menemukan definisi mengenai sesuatu, tanpa harus didefinisikan terlebih dahulu oleh guru. Misalnya dalam pelajaran ekonomi diperkenalkan adanya fakta orang-orang yang mekakukan kegiatan jual – beli. Setelah melihat aktivitas orang-orang tersebut akhirnya siswa menemukan definisi mengenai penjualan, pembelian, penawaran, pasar, uang dan lainnya dalam aktivitas jual-beli. Dengan demikian guru tidak menjelaskan atau membuat definisi, tetapi dari fakta-fakta tersebut siswalah yang aktif melihat fakta dan dapat mendifinisikannya.
2.        Landasan Filosofis Guru IPS dalam Perubahan Zaman
Perkembangan zaman menuntut perubahan sosial di semua lapisan masyarakat, kemajuan informasi dan teknologi global merambah negara maju dan negara sedang berkembang termasuk Indonesia saat ini. Untuk mengimbangi perkembangan dan kemajuan tersebut profil guru harus mampu melakukan seleksi aneka kecenderungan siswa dalam mengarahkan proses belajar- mengajar pendidikan IPS. Guru IPS harus pandai memanfaatkan sumber-sumber informasi dari media massa modern dan peralatan teknologi pengajaran, tetapi tetap dalam koridor kurikulum yang dipakai saat ini guru senantiasa mengikuti perkembangan dan perubahan – perubahan yang terjadi.
Secara sadar atau tidak guru IPS ikut aktif dalam tatanan kerja masa transisi yang sedang populer saat ini dalam kemajuan belajar melalui Informasi  Teknologi, paling tidak guru IPS harus dipertautkan kembali dalam keterlibatan filosofis atau filsafat yang berkembang khususnya dalam bidang pendidikan. Ada dua aliran filsafat ekstreminitas ; pertama sikap reaksioner ; adalah aliran yang paling hati-hati dan takut kepada pembaharuan; dan kedua sikap Radikal ;adalah sikap paling keranjingan  atau mendukung pembaharuan. Dengan dua sikap ekstreminitas diatas, maka guru IPS dalam pendekatan pribadi dapat menempati salah satu empat titik utama  yang terletak diantara dua ekstreminitas tersebut.
N. Daldjoeni dalam buku beliau “Dasar-dasar Ilmu Pengetahuan Sosial” (1992 : 37 – 38) merincikan Empat Titik Utama secara filosofis bagi kinerja guru IPS dalam melakukan seleksi diantara dua ekstreminitas perkembangan dan perubahan zaman tersebut adalah sebagai berikut :
(a) Perenialisme; itu berdasarkan keyakinan adanya kebenaran yang sifatnya abadi dan mutlak. Sehubungan dengan itu sekolah bertugas membantu para siswa menemukan kebenaran-kebanaran itu. Faham ini berakar pada filsafat Thomas Aquino.
(b) Esensialisme; berisi faham bahwa ada hakekat-hakekat minimum tertentu yang harus dipertahankan sekolah. Hakekat tersebut dapat berubah-ubah dalam rentangan zaman, tetapi untuk masa tertentu hakekat itu merupakan endapan dari pengetahuan dan kebijaksanaan yang berasal dari masa lampau. Inilah yang perelu diterimakan kepada generasi sekarang di sekolah.
(c) Progresivisme; beretalian dengan faham William James dan John Dewey tentang faham ‘pragmatisme’, dimana penyelelidikan sesuatu harus dilakukan secara ilmiah. Dalam hal itu sekolah merupakan pendahulunya.
(c) Rekonstruksionisme; meskip ini  mirip  dengan Progresivisme, akan tetapi lebih maju lagi, karena secara konkrit ini lebih mendekati tujuan yang diidamkan  oleh progresivisme. Karena itu sekolah diharapkan menjadi pelopor usaha pembaharuan masyarakat. Filsafat ini dari Theodore Brameld.
         D.  Upaya Pembaharuan Pendidikan IPS di Indonesia
Istilah Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dalam sistem pendidikan di Indonesia baru dikenal sejak lahirnya kurikulum tahun 1975. Sebelumnya, pembelajaran ilmu-ilmu sosial untuk tingkat persekolahan menggunakan istilah yang berubah-rubah sesuai dengan situasi politik pada masa itu. Pembaharuan kurikulum IPS di Indonesia diantaranya:
1.  Kurikulum 1964
Kurikulum 1964 menggunakan istilah Pendidikan Kemasyarakatan. Ada dua kelompok mata pelajaran, ialah kelompok dasar yang terdiri atas Sejarah Indonesia, Bahasa Indonesia dan Civics dan kelompok cipta yang terdiri atas Sejarah Dunia dan Geografi Dunia. Dan kemudian digabungkan selanjutnya berubah menjadi Pendidikan Kewargaan Negara yang merupakan korelasi dari ilmu bumi, sejarah dan pengetahuan Kewargaan Negara.
2.    Kurikulum 1968
Pada tahun 1968 terjadi perubahan pengelompokkan mata pelajaran sebagai perubahan orientasi pendidikan. Mata pelajaran disekolah dibedakan menjadi pendidikan jiwa Pancasila, pembinaan pengetahuan dasar dan pembinaan kecakapan khusus.
3.    Kurikulum 1975
Pada tahun 1975, lahirlah kurikulum 1975 yang mengelompokkan tiga jenis pendidikan, yakni pendidikan umum, pendidikan akademis dan pendidikan keahlian khusus. Dalam kurikulum 1975 dikemukakan secara eksplisit istilah mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) yang merupakan fusi (perpaduan) dari mata pelajaran sejarah, geografi dan ekonomi. Selain mata pelajaran IPS, Pendidikan Kewarganegaraan dijadikan sebagai mata pelajaran tersendiri ialah Pendidikan Moral Pancasila (PMP). Dalam kurikulum 1975, IPS termasuk kelompok pendidikan akademis sedangkan PMP termasuk kelompok pendidikan umum. Namun IPS sebagai pendidikan akademis mempunyai misi menyampaikan nilai-nilai berdasarkan filsafat pancasila dan UUD 1945. Dengan demikian mata pelajaran IPS pun berfungsi dan mendukung tercapainya tujuan PMP.
4.    Kurikulum 1984
Menjelang adanya perbaikan Kurikulum 1975, tahun 1980 muncul bidang studi PSPB, gagasan dari Mendikbud mata pelajaran ini hampir sejenis dengan IPS Sejarah dan PMP. Upaya perbaikan Kurikulum IPS 1975 (KYD) baru terwujud pada tahun 1984.
Kurikulum IPS 1984 pada hakikatnya menyempurnakan atau memperbaiki kelemahan-kelemahan Kurikulum 1975. Ditinjau dari segi pendekatan (metodologi) pembelajaran, Kurikulum IPS1975 dan 1984 menggunakan pendekatan integrative dan structural untuk IPS SMP dan pendekatan disiplin terpisah (separated disciplinary approach) untuk SMA. Sedangkan pendekatan untuk IPS Sekolah Dasar (SD) lebih mirip menggunakan integrative (integrated approach)
5.    Kurikulum 1994
Pada tahun 1994, terjadi lagi perubahan kurikulum IPS. Dalam Kurikulum 1994 dinyatakan bahwa IPS adalah mata pelajaran yang mempelajari kehidupan sosial yang didasarkan pada bahan kajian geografi, ekonomi, sosiologi, antropologi, tata negara, dan sejarah. Untuk IPS SD, bahan kajian pokok dibedakan atas dua bagian, ialah pengetahuan sosial meliputi lingkungan sosial, ilmu bumi, ekonomi, dan pemerintahan, sedangkan bahan kajian sejarah mencakup perkembangan masyarakat Indonesia sejak masa lampau hingga kini. Ada perbedaan yang cukup menonjol dalam kurikulum IPS Sekolah Dasar 1994 dibandingkan dengan Kurikulum IPS sebelumnya, yakni dalam metode dan penilaian. Kurikulum IPS 1994 hanya memberikan anjuran umum bahwa pelaksanaan proses belajar mengajar hendaknya para guru menerapkan prinsip belajar aktif. Dari bunyi rambu-rambu yang terakhir ini, menunjukkan bahwa Kurikulum IPS 1994 memberikan keleluasaan atau kekuasaan otonom yang cukup besar.
6.    Kurikulum 2004
Memasuki Abad 21 yang ditandai oleh perubahan mendasar dalam segala aspek kehidupan khususnya perubahan dalam bidang politik, hukum, dan kondisi ekonomi telah menimbulkan perubahan ekonomi yang sangat signifikan dalam sistem pendidikan di Indonesia. Pada tahun 2003 disahkanlah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Undang-undang tersebut telah menimbulkan dampak yang cukup signifikan terhadap perubahan sistem kurikulum di Indonesia. Pada tahun 2004, pemerintah melakukan perubahan kurikulum kembali yang dikenal dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Namun pengembangan kurikulum IPS diusulkan menjadi Pengetahuan Sosial untuk merespon secara positif berbagai perkembangan informasi, ilmu pengetahuan, dan teknologi. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan relevansi program pembelajaran Pengetahuan Sosial dengan keadaan dan kebutuhan setempat
7.    Kurikulum 2006
Ketentuan tentang implikasi dari peraturan perundangan tersebut adalah dikeluarkannya kebijakan tentang Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) beserta pedomannya dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi dan Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dengan panduan KTSP yang dikeluarkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tahun 2006 ini, antara IPS dan PKn dipisahkan kembali. Hal ini memperhatikan berbagai masukan dan kritik ahli pendidikan nasional dan politik bangsa yaitu perlunya pendidikan Kewarganegaraan Bangsa, maka antara IPS dan PKn meskipun tujuan dan kajiannya adalah sama yaitu membentuk warga negara yang baik, maka PKn tetap diajarkan sebagai mata pelajaran di sekolah secara terpisah dengan IPS.




BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Perkembangan istilah atau nama Social Studies pertama kali dimasukan secara resmi  kedalam   kurikulum sekolah  Rugby di Inggris  pada tahun 1827,  Dr. Thomas Arnold direktur  sekolah  tersebut  adalah  orang  pertama yang  berjasa  memasukan Social Studies kedalam kurikulum sekolah.  Pada awal abad ke – 20 sebuah Komite Nasional dari The National Education Assciation memberikan rekomendasi tentang perlunya social studies dimasukan ke dalam kurikulum sekolah dasar dan sekolah menengah di Amerika Serikat.
Pada tahun 1972 – 1973 sudah pernah dilakukan uji coba pertama konsep IPS masuk dipersekolahan Indonesia diterapkan pada kurikulum proyek Perintis Sekolah Pembangunan (PPSP) IKIP Bandung. Kemudian secara resmi dalam kurikulum 1975 program pendidikan tentang masalah sosial dipandang tidak cukup diajarkan melalui pelajaran sejarah dan geografi saja, sehingga dilakukan reeduksi mata pelajaran mulai tingkat Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas saat itu dimasukan mata pelajaran ilmu social serumpun atau sejenis digabung ke dalam mata pelajaran IPS. Oleh karena itu perberlakuan istilah IPS (social studies) dalam kurikulum 1975 dapat dikatakan sebagai kelahiran IPS secara resmi di Indonesia.
Tahun 1993 National Council for the Social Studies (NCSS) mengeluarkan definisi resmi yang membawa  social studies sebagai kajian yang terintegrasi dan  mencakup ilmu yang semakin luas.  NCSS memaparkan kurikulum standar untuk studi sosial menyediakan kerangka kerja yang dimusyawarahkan secara professional. NCSS pertamakali menerbitkan standar kurikulum nasional pada tahun 1994. Sejak saat itu standar kurikulum banyak digunakan diberbagai negara sebagai kerangka kerja bagi guru dan sekolah – sekolah untuk menyelaraskan kurikulum dan pembangunan dalam bidang pendidikan. 
Pembenahan kurikulum ini didorong oleh amanat GBHN 1988 intinya antara lain a) perlunya diteruskan upaya peningkatan mutu pendidikan di berbagai jenis dan jenjang pendidikan; (b) perlunya persiapan perluasan wajib belajar pendidikan dasar dari enam tahun menjadi sembilan tahun dan (c) perlunya segera dilahirkan undang-undang yang mengatur tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Secara teoritis terdapat beberapa pandangan filosofis kurikulum, Landasan Filosofis sebagaimana dipaparkan dalam “Naskah Akademik Kajian Kebijakan Kurikulum  Mata Pelajaran IPS ” Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum Tahun 2007, Depdiknas RI dirincikan sebagai berikut  berikut : pertama; Esensialisme; adalah aliran yang menggariskan  bahwa kurikulum harus menekankan pada penguasaan ilmu Tujuan dari aliran esensialisme adalah menciptakan intelektualisme Sekolah yang baik dalam pandangan filsafat esensialisme adalah sekolah yang mampu mengembangkan intelektualisme siswa. keduaPerenialsme; adalah aliran yang memandang , bahwa sasaran yang harus dicapai oleh pendidikan adalah kepemilikan atas prinsip-prinsip tentang kenyataan, kebenaran dan nilai yang abadi, serta tidak terkait oleh ruang dan waktu. Dalam pandangan aliran Perenialisme kurikulum akan menjadi sangat ideologis karena dengan pandangan-pandangan ini menjadikan siswa atau peserta didik sebagai warga Negara yang memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diinginkan oleh Negara. Ketiga;  Progresivisme; adalah aliran ini memandang bahwa sekolah memiliki tujuan yakni kecerdasan yang praktis dan membuat siswa lebih efektif dalam memecahkan berbagai masalah yang disajikan oleh guru atau pendidik. Keempat; Rekonstruksionisme; adalah aliran ini berpendapat  bahwa sekolah harus diarahkan kepada pencapaian tatanan demokrasi yang mendunia.
B.     Saran – Saran
Guru IPS harus berperan aktif dalam tatanan kerja dimana saat ini sedang  dalam kemajuan belajar melalui Informasi  Teknologi, paling tidak guru IPS harus dipertautkan kembali dalam keterlibatan filosofis atau filsafat yang berkembang khususnya dalam bidang pendidikan. Ada dua aliran filsafat ekstreminitas ; pertama sikap reaksioner ; adalah aliran yang paling hati-hati dan takut kepada pembaharuan; dan kedua sikap Radikal ;adalah sikap paling keranjingan  atau mendukung pembaharuan. Dengan dua sikap ekstreminitas diatas, maka guru IPS dalam pendekatan pribadi dapat menempati salah satu  titik utama  yang terletak diantara dua ekstreminitas tersebut.
Agar jangan sampai dinilai oleh siswa sebagai guru yang kolot dan ketinggalan, sebaiknya guru atau pengajar harus banyak belajar seiring dengan kemajuan Informasi dan teknologi, karena perkembangan informasi Global membuka seluas-luasnya pelajaran di dunia maya, internet dan media massa, paling tidak guru mampu mengimbangi proses-belajar mengajar dengan memanfaatkan  peralatan teknologi sebagai alat pengajaran.




DAFTAR PUSTAKA

Buchari Alma, 2007, Apa dan Bagaimana Studi Sosial Diajarkan, Makalah pada Seminar Revitalisasi Ilmu Pengetahuan Sosial dalam Perspektif Global, 21 Novwmbwr 2007, Bandung: Program Studi PIPS Sekolah Pascasarjana UPI

Dipdiknas, 2006, Panduan Pengembangan Silabus Mata Pelajaran IPS SMP/Mts, Jakarta: Direktorat Pembinaan SMP.

Numan Somantri, M. (2001). Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS,
Bandung: Rosda Karya.

Rachman, Maman. 2000. Reposisi, Reevaluasi, dan Redefinisi Pendidikan Nilai Bagi Generasi Muda Bangsa. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. Tahun Ke-7

Samsuri, 2009. “Mengapa Perlu Pendidikan Karakter”, Makalah, disajikan pada
workshop tentang Pendidikan Karakter oleh FISE UNY. Yogyakarta.

Sardiman AM., (2006). ” Pengembangan Kurikulum Pendidikan IPS di Indonesia:
Sebuah Alternatif”, MakalahDisampaikan pada Seminar Internasional HISPISI
dengan tema: Komparasi Pendidikan IPS Antarbangsa, di Semarang, 7-8 Januari
2006.

Soemarno Soedarsono, 2009. Karakter Mengantarkan Bangsa dari Gelab Menuju
Terang. Jakarta: Kompas Gramedia.

Wayan Lasmawan, 2009. ”Merekonstruksi Ke-IPS-an Berdasarkan Paradigma
Teknohumanistik”, Makalah, disajikan pada Seminar tentang Pendidikan IPS oleh FIS Undiksa.

.---------       Undang-undang Republik Indonesia,No. 20  Tahun  2003 tentang   Sistem   Pendidikan   Nasional    dan   Penjelasannya, Pen. CV Aneka Ilmu, cet. 1 tahun 2003


Tidak ada komentar:

Posting Komentar